Sunday, November 6, 2011

Who can become ultraman?

Malam itu si kecil dan sang adik sedang asyik menonton film kesayangan mereka berdua. Si kecil mencoba menjadi Ultraman Nexus, sementara sang adik mencoba menjadi Ultraman Gaia. Berdua mereka saling serang, kadang bergulingan di kasur seolah menghadapi monster. Tingkah polah keduanya tak lepas dari perhatian sang bapak dan ibu yang sedang menyantap hidangan malam.

Setelah sang bapak selesai makan, dihampirinya mereka berdua yang tampak kelelahan duduk bersandar di dinding kamar.

“Bagaimana, sudah lelah ya kalian bermainnya,” tanya sang bapak.

”Iya pak. Besok kalau dah besar aku mau menjadi Ultraman, adik juga ingin seperti Ultraman,” kata si kecil sambil melihat kepada adiknya, “Tapi apa bisa menjadi Ultraman ya pak?”

Sang bapak hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Dilihatnya si kecil dan adiknya yang dengan semangatnya ingin menjadi Ultraman. Cita-cita yang sederhana. 

“Ayo sini kalian berdua lihat lagi film Ultraman tadi, sambil bapak pijitin kaki dan tangan kalian,” kata sang bapak yang diikuti si kecil dan adiknya sambil menjulurkan tangan dan kakinya.

Sambil memijat-mijat mereka berdua, sang bapak akhirnya melannjutkan kembali kata-katanya.

”Coba kalian lihat Ultraman itu, betapa dia datang ke bumi ini karena tertarik dengan adanya semangat saling menolong, mencintai sesama, sikap berani berkorban bagi sesamanya. Dia mempelajari semuanya itu. Memang diapun menyadari bahwa tidak semuanya menyadari memiliki semuanya itu, namun dia yakin bahwa semua itu masih ada. Maka diapun akan selalu berusaha menyelematkan semua makhluk yang ada, dengan segala kemampuan yang terbaik dia akan berjuang,” kata sang bapak sambil memberikan olesan minyak kayu putih dan irisan bawang merah.

”Kalau seorang Ultraman saja mau mempelajari semua itu, tertarik dengan semua yang sebenarnya sudah kita miliki maka bapak harapkan kalian berdua mencoba menggali dan memelihara segala sikap yang sebenarnya sudah kalian miliki. Rasa saling menyanyangi, saling membantu sebaiknya kalian jaga. Tunjukkan  semua itu terhadap semua teman maupun yang memusuhimu. Berikan yang terbaik dari dirimu bukan untuk sanjungan ataupun pujian yang nantinya kalian dapatkan, namun karena memang begitulah kalian harus saling menyayangi dan membantu sesamamu. Apabila semuanya itu bisa kalian pahami dan lakukan dengan tulus, bapak rasa itulah Ultraman yang sejati, ” lanjut sang bapak.

”Ayo dik kita latihan lagi sebagai Ultraman,” sahut si kecil  kepada adiknya. Berdua mereka kemudian bersatu padu menyerang sang bapak yang dianggap sebagai monster yang harus mereka taklukkan.

Sang ibu hanya tersenyum melihat kelakuan mereka berdua, sambil membersihan meja makan dan piring . 

Suara binatang malampun telah menantikan saat-saat untuk menghabiskan kehangatan sinar rembulan

Thursday, October 27, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Bermain layang-layang


Sore itu cuaca sangat cerah ketika si kecil,sang adik dan bapaknya sedang asyik bermain layang-layang di sebuah lapangan dekat rumah mereka. Sang ayah sedang sedang berusaha menerbangkannya setelah sebelumnya di bantu si kecil, sementara sang adik membantu memegang tempat gulungan benang . Tak beberapa lama, layang-layang berhasil mengudara. Si kecil kemudian diajari caranya menerbangkan layang-layang. Terbayang wajah keceriaan dari si kecil dan sang adik. Betapa mereka sangat menikmati permainan tersebut.

”Ayo sekarang coba kamu tinggikan lagi, ulur benangnya,” kata sang ayah yang diikuti si kecil dengan mengulur benang sehingga layang-layang terlihat semakin tinggi.

”Ayo kamu tarik benangnya, agak kamu turunkan lagi. Kemudian buatlah layang-layng itu bergerak  kekanan, kekiri atau memutar-mutar,” lanjut sang bapak kepada si kecil.

Sang bapak berusaha mengajari si kecil, dan tentu saja sang adik juga ikut belajar dengan memperhatikan semuanya. Setelah beberapa lama, akhirnya layang-layang diturunkan. Mereka bertiga duduk dibawah pohon, sambil dibukanya bekal minuman dan makanan kecil. 

”Bagaimana le, senang tidak bermain layang-layang?” tanya sang bapak.

”Tentu saja senang pak, besok main lagi ya. Adik juga senang,” jawab si kecil sambil melihat sang adik. Adik si kecil hanya tersenyum sebagai tanda kalau diapun menikmati bermain layang-layang.

”Bapak juga senang kalau kalian menikmatinya. Akan lebih senang lagi kalau kalian bisa belajar dari sebuah permainan ini,"kata sang bapak.

Sejenak dia terdiam seakan mencari kata-kata yang tepat bagi si kecil dan sang adik. Setelah beberapa saat akhirnya dilanjutkan lagi.

”Seperti layang-layang saat ditarik talinya akan terasa ketegangan, begitu pula dirimu ada saat dirimu merasakan ketegangan, kegelisahan, kegundahan karena sesuatu hal yang mempengaruhimu. Ada juga saatnya dirimu merasakan diri lepas bebas, tidak ada beban yang membebanimu seperti saat layang-layang diulur talinya. Saat tegang dan lepas itu akan silih berganti datang. Kelak kalian pelajari dan amati hingga nantinya kalian memahami kalau semuanya itu hanyalah ilusi semata. Sebagai permainan pikiran kalian. Semoga nantinya kalian bisa menikmatinya sebagai sebuah kesatuan. Terkadang dirimu harus belok ke kanan, kekiri, atau jungkir balik namun akhirnya dirimu akan terus berusaha terbang tegak seperti layang-layang tadi yang akhirnya terus terbang, ” kata sang sambil melihat si kecil dan adiknya yang sedang makan pothil

”Seperti layang-layang yang mebutuhkan dirimu untuk menerbangkan dan mengendalikanya. Kalian berdua juga harus belajar mengendalikan diri. Belajarlah seperti saat bermain layang-layang. Jangan sampai kehilangan kendali. Belajarlah terbang selayaknya layang-layang yang dengan kokohnya menerima semua goncangan angin sebagai teman dirinya untuk terus terbang. Kelak kalian akan bisa menemukan yang lebih banyak lagi dari sebuah permainan layang-layang, seiring dengan pertumbuhan dan keinginan kalian untuk terus belajar,” lanjut sang bapak sambil diusapnya kepala si kecil dan sang adik.
Kemudian mereka bertiga merapikan segala peralatan dan layang-layang yang ada. Bertiga mereka akhirnya berjalan pulang ke rumah. Senyum dan kehangatan sang ibu sudah menantikan kedatangan mereka bertiga.

Tuesday, October 25, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Pencarian Seekor Kura-kura


Seekor kura-kura keluar dari cangkang yang selama ini membungkus dirinya, masih berselaput sisa-sisa cairan yang selama ini menjadi sumber hidupnya. Walaupun masih lemah, terus dia usahakan membuka matanya mempelajari keadaan sekitarnya. 

Dilihatnya segenap makhluk yang ada disekitarnya, diamati, dipelajari semuanya sambil terus melanjutkan hidupnya. Ada rasa kekaguman, keheranan, iri hati, kekecewaan, sesal dan rasa lainnya .Seiring dengan perkembangan tubuhnya, semakin lama semakin banyak pertanyaan-pertanyaan yang terus berkecamuk di dirinya. 

Mengapa diriku terlahir sebagai kura-kura?
Mengapa bukan sebagai hewan yang lain atau makhluk lainnya?
Coba aku bisa seperti kijang yang bisa cepat berlari
Coba aku bisa seperti singa yang gagah dan tegap badannya
Sementara diriku
Apa yang bisa membagakan dari kaki-kakiku yang kecil?
Apa yang bisa kubanggakan dari mukaku ini?
Apa yang bisa kubanggakan dari tempurungku ini?
Mengapa kalian sering menghina dan mencemoohku?
Mengapa kalian tidak pernah memperhatiakn diriku?
Adilkah Engkau ?
Dimanakah adanya Keadilan?
Dimanakah adanya Kebenaran?
Dimanakah adanya Kedamaian? 

Semakin lama, semakin banyak pertanyaan yang semakin membuat dirinya bingung dan merasa kecewa. Dicarinya tempat dan makhluk lainnya yang bisa memberikan dan memecahkan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dirinya. Tidak ada jawaban yang mampu memuaskan dirinya, padahal sudah terasa lelah dia melakukan perjalanan. Hingga akhirnya sang kura-kura dengan duduk termenung dia merenungi nasibnya. Tak dihiraukan keadaan sekelilingnya, sampai pada suatu ketika dilihatnya seekor kijang yang tengah berusaha menyelamatkan dirinya dari terkaman singa namun tidak berhasil dan dimakan oleh sang singa. Saking terkejutnya membuat sang singa terganggu dan berusaha memakannya. Karena takutnya kura-kura menarik segenap anggota tubuhnya kedalam tempurungnya sehingga singa tidak berhasil memakannya dan setelah selesai menyantap sang kijang diapun pergi. 

Seketika kura-kura tersadar, sebuah pencerahan dialaminya. Apa yang selama ini menjadi pertanyaan dan beban dirinya sirna sudah. Rasa puji syukur dia panjatkan. Betapa selama ini dirinya disilaukan oleh keadaan sekitar sehingga tidak melihat hati dan pikiranya. Mempelajari hatinya sebagai sebuah buku yang tidak habisnya untuk dipelajari. Mempelajari pikiran nya sendiri, melihat dan mengamatinya. Pikiran yang selama ini membuat dirinya terombang ambing. Betapa selama ini ini yang dia cari-cari ternyata berada dalam dirinya sendiri. Sebuah pencerahan yang akhirnya membuat kura-kura semakin mantap melangkah sambil terus berusaha tersadar dalam segenap gerak hidupnya. Kebenaran dan kedamaian yang selama ini dicarinya telah ditemukannya. Jejak langkah kura-kura dalam menapaki hidup. 

Ketika pikiran terang, Anda akan dapat melihat kotoran batin dengan jelas dan juga membersihkannya.  
Kedamaian ada pada diri sendiri, ditemukan di tempat yang sama dengan kesulitan dan penderitaan
Ketika Adnda merasakan penderitaan, Anda juga dapat menemukan kebebasan dari penderitaan
Mencoba lari dari penderitaan sebenarnya justru berlari menuju penderitaan.
(dikutip dari Tidak Ada ~ Ajahn Chah)

Celoteh Si Kecil ~ Hanyalah seekor precil yang sedang belajar..

"Suatu ketika Prabu Anglingdarma sedang ingin melihat keadaan sebenarnya dari rakyatnya di Malawapati. Karena saktinya dan tidak ingin ketahuan maka ia menggunakan ilmu malih rupo (merubah wujudnya) menjadi seekor burung pipit. Dengan bebasnya ia dapat mengetahui kehidupan rakyatnya, terbuka semua tanpa ada yang bisa ditutup-tutupi. Semua pembicaraan rakyatnya bisa dia ketahui tanpa diketahui oleh rakyatnya. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat di sebuah ranting pohon di tepi sebuah sawah. Betapa dia sangat menikmati perjalanannya selama ini, banyak manfaat yang bisa dia ambil. Kehidupan yang sebenarnya dari rakyatnya dapat ia ketahui.

Ditengah-tengah keasyikannya menikmati suasana pedesaan, sayup-sayup dia mendengar pembicaraan yang mengusik telinganya. Kemudian dia terbang mendekati asal suara tersebut. Dengan Aji Gineng yang dimilikinya dia dapat mendengar segala pembicaraan hewan , ternyata sumber suara tersebut berasal dari pembicaraan antara precil (anak katak), ikan cetho (ikan kecil) dan belalang. Asyik sekali pembicaraan mereka , dan mampu mengusik Anglingdarma yang saat itu malih rupa menjadi burung pipit.

"Hai precil, apa yang kauinginkan apabila kau diberi kesempatan Sang Pencipta untuk berreinkarnasi? " kata belalang.
 
Sang precil diam saja sambil tersenyum.

"Ayo jawab dong, masak mesam-mesem saja. Cepat dong !" kata belalang tidak sabar, maklum dia wataknya ambisius. Apa yang menjadi keinginannya harus tercapai. Semua harus mengikuti kehendaknya. Tidak ada yang lebih hebat dari dirinya. Dialah juaranya.

"Iya nih, masak gitu saja tidak bisa. Jawab dong ! " kata ikan cetho memanaskan suasana. Sudah menjadi sifat dan kebiasannya, suka memperkeruh keadaan. Dia akan ikut siapapun, yang penting dia memperoleh kenikmatan. Tidak ada kawan atau lawan sejati, yang ada hanyalah kenikmatan pribadinya saja.

Precil masih tetap diam seperti semula, cuma tersenyum memandang kedua temannya. Sudah menjadi wataknya, tidak mudah untuk mengutarakan kata hatinya. Dilakukan pemikiran dan pemahaman yang mendalam, terus dicarinya agar mencapai kebenaran yang hakiki.

"O a lah, senyum melulu." gerutu belalang. "Ya sudah, kalau menurutmu bagaimana cetho, apa yang kauinginkan?"

"Kalau aku diberi kesempatan berreinkarnasi maka aku tidak mau menjadi ikan cetho lagi. Sungguh tidak mengenakkan, tidak ada yang bisa dibanggakan. Badan sekecil ini apa manfaatnya, aku tidak suka digangguin sama anak kecil-kecil. Aku tidak mau selalu hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Aku ingin bebas merdeka." sahut cetho dengan semangatnya.

"Cuma begitu saja keinginanmu." kata belalang, seakan menantang.

"Kalau aku yang jelas sudah bosan dengan kehidupanku sekarang ini. Hidup apaan ini menjadi seekor belalang, tiap hari cuma makan daun padi yang tidak enak ini. Belum lagi hidup penuh gangguan dari hewan lain manusia. Sungguh tidak mengenakkan."

Kemudian dengan sombongnya belalang melanjutkan kata-katanya, "Aku ingin menjadi manusia, sungguh enak rasanya kalau aku bisa menjadi manusia. Akan kucari harta yang banyak, kucari kesenangan hidup sepuasnya, isteri yang cantik dan banyak, kekuasaan yang besar. Akan kubalas juga orang-orang yang selama ini suka menyemprotku dengan pestisida, kuhancurkan semuanya yang bisa menghalang-halangi cita-citaku. Dunia ini akan kugenggam dalam kekuasanku, semua makhluk hidup harus tunduk kepadaku. Termasuk engkau cetho, kamu harus ikut apa kataku." Sambil membusungkan dadanya, belalang mengatakan semuanya itu.

"Betul sekali belalang, aku akan ikut semua kata-katamu." sahut cetho. Maklum ingin cari selamat dan ikut mulyo, ikut saja yang penting "bahagia".

Sang Precil tersenyum melihat kelakuan kedua temuannya, dalam hatinya ia berkata "Kasihan sekali teman-temanku, mereka tidak mengetahui apa yang "sebenarnya" meraka cari selama ini".

"Kenapa senyum-senyum, sudah tau jawabnya? Makanya otaknya dipakai to dasar dodol!" sahut cetho

Sambil tersenyum pula precil berkata, "Aku tidak mau apa-apa lagi kawan-kawan, aku sudah cukup bahagia dan bersyukur dengan kehidupanku selama ini. Akan kujalani hidup ini dengan tersenyum sepahit apapun itu, aku akan berusaha agar aku dapat tumbuh berkembang menjadi seekor katak dan kemudian akan mencari pasangan hidupku guna meneruskan generasiku. Aku sadar aku terlahir sebagai seekor kecebong yang kemudian adan bermetamorfosis menjadi seekor katak. Apa yang terjadi dikehidupanku kuterima dengan penuh syukur, kugunakan waktu yang tersisa agar mampu memberikan manfaat yang sebesar-bessarnya bagi semuanya. Kalau memang suatu waktu aku dimakan ular ataupun manusia, aku bersyukur karena kau sudah memberikan tubuhku kepada mereka agar mereka bisa makan. Karena memang begitulah Siklus hidup yang harus kujalani."

Kemudian precil melanjutkan lagi kata-katanya, "Apakah dengan reinkarnasi atau menjadi makhluk hidup yang lain akan kita peroleh kebahagian yang kita cari. Coba lihat manusia yang sedang duduk di sana, kebetulan ada seorang pedagang yang sedang beristirahat karena capek. tidakkah terlihat murung dia, mungkin saja dia sedang memikirkan anak dan istrinya dirumah. Bagaimana dia memenuhi hidupnya. Mungkin juga dia sekarang sedang dikejar-kejar hutang. Coba lihat juga hidup pemilih sawah ini apakah dengan banyak harta dia bahagia, buktinya dia selalu ribut dengan istri dan anak-anaknya. Apa yang kita lihat baik belum tentu sebaik itu pula keadaanya. Yang bisa dilakukan hanyalah memberikan apa yang terbaik dari diri kita untuk sesama makhluk. Segala yang kita jalani selama ini hanyalah semu belaka, tidak ada yang abadi di dunia ini. Karena "Sang Pencipta" yang berkuasa atas semua ini. Kesenangan, kesusahan, kebahagiaan, keindahan adalah fatamorgana, selama kita tidak terikat terhadap semua itu akan diperoleh kebahagiaan yang sejati.

Belalang dan cetho terdiam seribu kata, tidak disangka-sangka temannya masih kecil itu memiliki cara pandang yang begitu dalam. Pengetahuan hidup yang selama ini tidak terfikirkan oleh mereka. Merakapun tersadar dan terbuka bahwa selama ini mereka belum mengetahui hakeket hidup yang sebenarnya.

Sang Prabu Anglingdarma juga dibuat tertegun mendengar perkataan precil. Sebuah pemahaman konsep hidup yang tidak disangka-sangka. Alangkah baiknya apabila semua rakyatnya mampu memperoleh pemahaman hidup seperti itu, sehingga rakyatnya akan mensyukuri kehidupannya dan berusaha saling memberikan yang terbaik buat sesama. Negara Malawapati akan menjadi negara yang makmur, gemah rimah loh jinawi, tata titi tentrem kertoraharjo.

Kemudian dia terbang kembali ke istana, dan setelah berubah wujud menjadi manusia masih teringat semua yang kata-kata precil. Sungguh pembelajaran hidup yang sangat berharga yang dia terima dari seekor makhluk seperti precil

"Sakdermo sinau urip karo precil"

Celoteh Si Kecil ~ Membumi.....


Sore itu si kecil , adinya dan sang bapak meluangkan waktu berjalan-jalan di areal persawahan. Menikmati suara itik yang sedang  mencari makan  sisa-sisa dari tanaman padi yang baru saja dipanen. Kecerian sore yang terhampar di sekitar yang terkadang dianggap biasa saja, namun sebenarnya teramat sayang untuk dilupakan. Betapa alam sekitar senantiasa menemani dan memberikan banyak pelajaran. Tinggal bagaimana kita mau menyikapinya.

”Pak, kemarin aku sudah di dongengin cerita ”kupu-kupu dan lebah madu”. Sekarang  ayo cerita lagi sambil menunggu adik yang sedang asyik bermain dengan itik,” kata si kecil .

”Iya adikmu sedang asyik , kita biarkan saja di berkawan dengan teman-teman barunya. Bapak sedang tidak ada cerita dongeng yang rasanya tepat untuk disampaikan sore ini,” kata sang bapak sambil terdiam sejenak.

Cukup lama mereka berdua terdiam, hingga akhirnya timbul sedikit ide. Kemudian diapun sambil menunjuk, diapun berkata,”Coba kamu lihat disana le!”.

”Pohon itu ya pak,” kata si kecil sambil menunjuk pohon yang dimaksud,”Bukankah itu pohon kelapa, ada apa yang aneh dari pohon itu?”

”Tidakkah kamu lihat betapa tingginya pohon itu, mungkin umurnya lebih tua dari usia bapak. Betapa kokohnya dia, menjulang tinggi seakan hendak mencapai langit,” kata sang bapak sambil melihat kepada si kecil.

”Dahulu diapun hanya berasal dari sebutir kepala yang tumbuh. Semakin lama dia terus berkembang. Semakin tinggi. Namun dia terus menghasilkan buah. Diapun semakin hari semakin kokoh menerima segala terpaan angin yang terus berusaha merobohkan dirinya. Perakaran yang semakin kuat mencengkeram tanah tempat dia tumbuh. Tidakkah itu menarik. Sama seperti dengan dirimu saat ini, saat ini dirimu masih kecil. Masih banyak yang bisa kamu pelajari. Masih banyak kesempatan untuk mengembangkan dirimu. Dibutuhkan ketekunan dan niat yang kuat untuk terus belajar. Semakin banyak ilmu dan pengetahuan yang kamu belajari, sekecil apaun itu pasti itu akan menjadi bekal yang cukup bagimu.  Seperti akar pohon kelapa itu yang semakin kokoh, dirimu juga harus memperkuat pondasi dirimu. Dengan berbekal  kejujuran dan ketulusan yang selalu kamu jaga.  Semakin lama kamu akan semakin merasakan semakin banyaknya godaan, gangguan yang mencoba mengalihkan dan merobohkanmu. Namun jagan kamu resa takut. Tetaplah teguh, jagalah kegigihanmu. Seperti pohon kelapa yang selalu menghasilkan buah, dirimu juga berusahalah untuk memberikan buah-buah kehidupan. Sekecil apapun itu, berusalah untuk memberikan buah yang terbaik dari dirimu untuk sesamamu. Satu hal yang jangan kamu lupakan, seperti pohon kelapa itu dia akan selalu ingat bahwa dia selalu ingat tempat dimana dia tumbuh. Dirimu juga harus selalu ingat, berusahalah untuk selalu membumi. Seberapa tinggi sanjungan, kedudukan yang kamu dapatkan nantinya hendaknya kamu selalu ingat dan menyadari bahwa kamu sendiri dahulu bukan siapa-siapa dan nantinya kamupun juga bukan siapa-siapa. Dirimu hanyalah sebagian kecil dari semua makhluk yang ada. Sama seperti bapak dan adikmu itu. Dengan membumi, semoga kamu bisa seperti pohon kelapa itu,” lanjut sang bapak sambil mengusap kening si kecil.

Si kecil seperti biasanya hanya tersenyum, sambil bersandar di bahu bapaknya. Karena sudah saatnya untuk mandi, diapun memanggil adiknya.

“Ayo dik, pulang dulu. Sebentar lagi cuaca akan gelap,” 

Sang adik menoleh dan berlari menuju sang kakak dan bapaknya. Kemudian mereka bertiga berjalan kaki, menyusuri pematang sawah menuju rumah dimana mereka akan merasakan kehangatan pelukan dan senyuman sang ibu. 

Kelembutan dan kehangatan malampun sudah menanti mereka.  Tak  bosan-bosannya menyelimuti semua makhluk yang  ada.

Celoteh Si Kecil ~ Aku maunya, aku penginnya...


Siang itu si kecil sedang berbicara dengan sang bapak melalui handphone, ”Pak, aku ingin main sepeda tapi dilarang ibu karena cuaca sedang panas. Aku ndak mau ada siang hari, aku ingin pagi dan sore saja. Biar aku bisa bermain sepeda.”

Sepenggal kata-kata, permintaan sederhana dari si kecil. Permintaan agar dirinya bisa terus bermain. Sebuah permintaan yang cukup mengelitik ”Aku Ingin”

Sebagai manusia biasa tentunya tidak bisa lepas dari segala keinginan yang muncul. Ingin sukses, ingin bahagia, ingin kaya , ingin pasangan yang cantik atau ganteng, ingin diperhatikan, dan segala keinginan lainnya. Keinginan yang seharusnya menjadi bahan pelecut. Namun terkadang justru dorongan keinginan menjadikan belenggu sehingga menggunakan segala macam cara agar terpuaskan. Hingga terkadang muncul kata-kata ”yang penting aku, pokoknya aku”. 

Hasrat dan ego pribadi sebegitu kuatnya membelenggu hingga akhirnya timbul pengejaran keinginan.  Semakin lama dikejar justru semakin timbul ketidakpuasan, kegelisahan, kehampaan. Timbul keinginan-keinginan baru yang harus dikejar yang apabila tidak berhasil didapat menimbulkan kedukaan, ketidakbahagiaan. Timbul penyangkalan, penghakiman bagi dirinya, sesama bahkan Sang Nasib pun ikut dipersalahkan karena pengejaran segala keinginan.

Lain halnya apabila dorongan keinginan itu sebagai pelecut. Menyadari akan ketidaksempurnaan diri dan sebagai bagian dari sesama. Menyadari tugas dan kewajiban yang harus dilakukannya. Menyadari bahwa yang bisa dilakukan hanya berusaha dan ada hal-hal yang bukan merupakan kuasa. Keinginan untuk melengkapi diri dan melakukan yang terbaik bagi sesamanya akan membuat lebih bisa menikmati perjalanan hidup ini. Menjadikan hidup ini menjadi lebih hidup.

Wednesday, October 5, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Sapi dan Kerbau


Hari itu adik si kecil sedang asyik menggambar, belajar membuat sebuah mobil dikala si kecil pulang dari sekolah. Dipanggil-panggil namanya oleh  sang adik, namun diabaikannya oeleh si kecil. Sebuah raut wajah kemarahan terpancar dari mukanya yang kecil. Hingga sang adikpun berlari mencari sang ibu dan bapak sambil membawa gambarnya. Sambil diceritakannya sang kakak yang masih marah dan tidak mau berbicara dengan dirinya. Sang ibu hanya tersenyum mendengarnya, dan bersama sang bapak dihampirinya si kecil yang masih terdiam dengan muka yang ditekuk. 

”Kenapa kamu masih marah-marah saja di rumah? Apa belum cukupkah tadi kamu marah-marah di sekolah?” tanya sang ibu.

”Aku besok tidak mau sekolah lagi. Ingin di rumah saja. Aku tidak mau berteman dan bermain dengan mereka. Mereka semua jahat, mereka semua tidak baik,” jawab si kecil .

Kembali si ibu dan sang bapak tersenyum, mendengar dan melihat tingkah si kecil. Di usap-usap kening si kecil oleh sang ibu agar dirinya tenang. Setelah beberapa saat didekapnya pula adik si kecil. Berdua mereka berada dalam dekapan sang ibu, kehangatan dan kedamaian seorang ibu secara perlahan membalut mereka berdua.

”Daripada kamu marah-marah saja, kalian dengarkan saja cerita dari bapak. Ayo pak ceritakan kepada mereka cerita ”Sapi dan Kerbau”. Mungkin saja setelah mendengar cerita itu, si kecil bisa tersenyum kembali,” kata sang ibu sambil memberikan lirikan kepada sang bapak. 

Tentu saja sang bapak sudah memahami arti sebuah lirikan dari istrinya. Dan mulailah dia bercerita sebuah dongeng ”Sapi dan Kerbau”.

Di sebuah negeri dongeng, sudah menjadi persepsi atau pemahaman bahwa Sapi merupakan makhluk yang yang cerdas, baik. Sapi menjadi lambang kebaikan. Sementara segala kebodohan dan keburukan melekat pada Kerbau. Kebaikan dan keburukan, pintar dan bodoh yang melekat kepada kedua hewan tersebut.

Suatu hari datanglah seorang perantau ke daerah tersebut. Seekor kancil muda. Sebelum merantau sebuah pesan selalu teringat didirinya. Carilah teman seperti Sapi, dia baik, pintar. Janganlah berteman dengan Kerbau karena dia jahat dan bodoh. Sebuah petuah singkat, yang melekat dan mempengaruhi cara pandangnya. Hingga begitu dia masuk ke daerah itu, pertama-tama yang ingin dijumpainya hanyalah Sapi. Kerbau yang telah dilihatnya pertama kali, dihiraukannya. Segala tegur sapa dan keramahan yang diperlihatkan dari Kerbau tidak dihiraukannya. Bahkan dihindarinya karena dia beranggapan itu semua hanyalah palsu saja, sebuah tipu muslihat yang akan menjebak dirinya. Tidak mungkin dia akan berbuat baik karena kerbau itu jahat.

Setelah beberapa saat mencari, dilihatnya seekor Sapi sedang asyik duduk. Tentu saja timbul rasa senang, gembira karena telah ditemukan sapi. Dimana ada kebaikan, kepintaran yang ada dirasakan saat dirinya berada di dekatnya. Gambaran-gambaran menyenangkan muncul. Sang sapi juga gembira melihat kedatangan seorang teman baru. Berdua mereka berbincang-bincang. Dikeluarkannya bekal yang dibawanya, diperlihatkan dan dibagikannya kepada sapi. Berdua mereka makan. Benarkah mereka berdua merasakan yang sama atas pertemuan yang terjadi tersebut? Bagi Kancil sungguh suatu kegembiaraan yang luar biasa, dan mulai dia mempercayai kebenaran yang telah tertanam di pikirannya. Namun ternyata hal itu berseberangan dengan yang dirasakan oleh sapi. Tanpa diketahui oleh kancil, sapi ternyata merencanakan sesuatu yang jahat. 

”Aku akan membuat dia terlena, hingga saat dirinya lengah akan aku bawa semua bekal yang ada. Sungguh beruntungnya diriku, disaat aku membutuhkan ternyata datang seekor mangsa yang lezat,” kata aapi dalam hati.

Tentu saja Kancil yang masih termakan oleh pemahaman bahwa selalu ada kebaikan di diri sapi, selalu percaya saja dengan apa yang dikatakan oleh Sapi. Di saat dirinya disuruh untuk membasuh diri di sebuah sungai yang tidak jauh dari tempat itu, diapun percaya saja. Karena alasan yang dikatakan oleh Sapi, agar dirinya menjadi segar kembali setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan. Kancil tanpa menaruh rasa curiga,meninggalkan semua bekal yang ada. Sapi memberikan senyuman palsu melepas kepergian Kancil. Setelah Kancil sudah tidak terlihat lagi, tanpa menunggu lama Sapi membawa pergi semua bekal yang ada. Senyum kepuasan terbayang di wajah Sapi.

Betapa kagetnya Kancil, semua bekal yang yang dibawanya hilang semua. Dipanggil dan di carinya Sapi namun sia-sia. Rasa sedih, kecewa dirasakannya. Marah karena merasa telah ditipu.. Rasa kesal, meratapi kebodohan dirinya. Betapa selama ini dirinya dibelenggu oleh keyakinan akan baik dan buruk, baik dan jahat . Disaat kancil duduk terdiam, dikejutkan oleh sapaan lembut . Ditengoknya sesaat, ternyata Sang Kerbau memberikan sapaan dan senyuman  bagi dirinya.

Lama dirinya bimbang ,  namun akhirnya memutuskan untuk mencoba menerima sambutan hangat yang ditawarkan. Semakin lama dirinya membuka diri mencoba menerima kerbau dan membuang segala persepsi yang telah lama tertanam di dirinya. Kesan kerbau itu jahat, bodoh, kotor  dihapus. Perlahan dirinya bisa melihat segala kebaikan yang terpancar dari sang kerbau. Segala kebenaran yang selama ini tidak terlihat karena terbelenggu baik dan buruk yang berasal dari dirinya muncul. Kerbau mengajaknya berkeliling dan mengenalkan dengan semua hewan yang ada disitu. Bahkan dirinya dijamu dan diterima sebagai bagian dari komunitas di situ. Kancil sejak itu belajar  berteman dan melihat segala sesuatu apa adanya.

Sang  sambil tersenyum berkata kepada si kecil , ”Bagaimana, masihkan besok tidak mau masuk sekolah? ”. 

Sebuah lirikan ditujukan kepada sang bapak, disambut sebuah senyuman ringan. 

Betapa selama ini kita sering terbelenggu oleh sebuah persepsi baik dan buruk, jahat dan baik  dalam diri seseorang atau segala sesuatu. Penilaian yang secara sepihak dari diri, hingga membutakan untuk melihat setitik kebaikan  yang mungkin terselubung oleh yang kita nilai keburukan.

Wednesday, September 28, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Kupu-Kupu dan Lebah Madu

Seperti biasa, menjelang malam tiba waktunya bagi si kecil untuk mengulang kembali pelajaran yang telah diterimanya di sekolah. Saat belajar yang menjadi kebiasaan bagi si kecil disamping siang hari. Selalu ada saja yang menjadi alasan buat si kecil untk melewatkan waktu belajar yang harus dijalaninya. Namun kali ini ada sesuatu yang baru untuk dijadikan alasan.

“Pak, kalau rajin belajar memang aku bisa menjadi anak yang pintar?” sepenggal pertanyaan si kecil yang sederhana. Sebuah pertanyaan yang membuat bapak dan ibunya sedikit termenung, maklum harus dijawab dengan jawaban yang tepat. Karena sudah menjadi kebiasaan si kecil untuk membalikan jawaban yang telah ada, menjadi bahan pertanyaan kembali.

Sang bapak  kemudian tersenyum  sambil melirik kepada sang ibu, kemudian diapun berkata, “Sekarang bapak akan coba memberikan cerita kepadamu. Ajak juga adikmu kesini, nanti setelah selesai cerita baru kamu jawab sendiri pertanyaanmu itu ya.”

Kemudian si kecil mengajak sang adik untuk tiduran bersandar di perut sang ibu, berdua mendengarkan cerita ”Kupu-kupu dan lebah madu” .

Disebuah  pegunungan terdapat sebuah padepokan yang dipimpin oleh seekor kura-kura. Banyak cantrik yang menimba ilmu disana. Diantara mereka terdapat kupu-kupu dan lebah madu yang telah lama berguru disana. Hingga sang kura-kura merasa bahwa mereka sudah cukup dan tibalah saat untuk me mengamalkannya.

Disuruhnya kupu-kupu melakukan perjalanan di sebelah barat lerang pegunungan dan lebah madu di selah timur. Berdua mereka disuruh untuk  berada di tempat itu selama satu purnama, setelah itu disuruh kembali ke padepokan.  Mereka berdua segera berkemas, dan melaksanakan petunjuk dari gurunya.

Sang kupu-kupu terbang, melakukan perjalanan seperti yang dianjurkan gurunya. Betapa terkejut dan tertariknya dirinya melihat hamparan tanaman bunga di sana. Sungguh indah , beraneka jenis bunga tumbuh subur . Keindahan alam yang mempesona,  beberapa saat dirinya terlena oleh keadaan. Hingga akhirnya tersadar akan tugasnya sebagai seekor kupu-kupu. Bunga-bunga yang ada dihinggapinya,  membantu proses penyerbukan yang seharusnya terjadi. Dalam hatinya diapun juga berkata ,”Sungguh indah apabila kucoba melakukan pernyerbukan silang, antara bunga-bunga yang berbeda warna. Mungkin nantinya dapat kuhasilkan jenis tanaman bunga yang mampu menghasilkan warna bunga yang lebih indah.”

Dengan tekunnya kupu-kupu melakukan semua itu, tanpa kenal lelah diapun belajar  agar proses penyerbukan yang menjadi tugas dan kewajibannnya dilakukan dengan lebih baik lagi.

Sementara itu dilereng bukit sebelah sang lebah madu dibuat tertegun dengan keadaan yang dijumpainya. Sungguh gersang, hanya beberapa tanaman yang  di sana. Cuaca yang terasa panas. Sempat terfikir untuk meninggalkan saja daerah itu, namun teringat pesan sang guru maka diputuskan untuk tetap tinggal disana. Perlahan diapun bisa menyesuaikan diri dengan keadaan alam sekitar, perlahan dilakukan pula tugasnya membantu proses penyerbukan. Walaupun jarak  antar tanaman sangat jauh, namun tanpa kenal lelah diapun belajar  agar proses penyerbukan yang dibantunya semakin lama semakin benar. Dengan harapan agar nantinya dapat dihasilkan buah atau benih yang bagus, hingga nantinya dapat tumbuh di daerah itu.  Hingga keadaan daerah itu bisa berubah, kegersangan alam menjandi sirna.

Tanpa terasa  satu bulan purnama sudah mendekati. Sang guru kura-kura, tentu saja sudah menantikan kedua muridnya.  Pertama-tama yang datang lebah madu dengan raut muka yang musam, di hampirinya sang guru. Duduk berhadapan. Tak berapa lama datang pula kupu-kupu, namun yang mengherankan raut muka sama saja.  Kekecewaan terbayang diantara mereka berdua. Sang guru hanya tersenyum melihatnya, dibiarkannya mereka berdua beristirahat.

Setelah  beberapa lama kedua muridnya beristirahat, maka sang gurupun berkata,”Sungguh senang rasanya melihat kalian berdua pulang ke padepokan ini dengan selamat. Tentu banyak cerita yang bisa kalian bagikan kepadaku yang sudah renta ini. Namun mengapa masih saja kalian perlihatkan wajah-wajah murung setelah lama tidak bertemu?  Tidak senangkah dengan perjalanan yang telah kalian tempuh? Ayo tersenyumlah, sambil kalian ceritakan pengalaman kalian.”

Kupu-kupu dan lebah madu akhirnya tersenyum,  betapa mereka sangat menyayangi gurunya. Mereka berdua tidak mau gurunya ikut merasakan kesedihan dan kekecewaan yang mereka rasakan. Kupu-kupu yang pertama-tama menceritakan pengalamannya, dari mulai dia datang ke lereng sebelah barat hingga akhirnya dia kembali.

”Guru, terima kasih atas petunjukmu. Ditempat itu saya banyak belajar, mencoba sesuatu yang baru demi melakukan tugas saya dalam membantu penyerbukan bunga. Saya yakin usaha saya berhasil kalau saja tidak ada hujan abu yang membuat semua tanaman mati, semua nya menjadi musnah dan sia-sia. Kecewa karena semua usaha saya lakukan menjadi tiada guna,” kata kupu-kupu.

Sang guru hanya tersenyum, dan menyuruh lebah madu untuk  menceritakan pula pengalamannya. Sang lebah pun dengan detil menceritakan perjalanan dan apa yang dia dapat di tempat yang ditujunya.

”Guru, awalnya saya merasa berat untuk tinggal diaerah yang tandus itu. Namun saya kuatkan tekad, untuk terus belajar di sana.  Satu demi satu saya bantu tumbuhan yang tinggal beberapa  agar dapat diserbuki bunganya. Ingin rasanya suatu saat daerah itu menjadi daerah yang  penuh dengan tanaman, agar tidak gersang. Kiranya harapan sayapun juga dapat terwujud, namun ternyata bencana hujan abu membuat semuanya menjadi sirna. Sama seperti kupu-kupu, rasa kecewa juga masih terasa. Maafkan kami berdua guru, apabila mengecewakanmu,” kata lebah madu.

Kembali sang guru hanya tersenyum melihat dan mendengar semua yang baru saja mereka ceritakan. Sambil memandang kedua muridnya, diapun berkata ,”Sungguh senang sekali hatiku, mendengar apa yang baru saja kalian ceritakan. Satu hal yang patut membuat bangga, setidaknya kalian terus belajar.  Terus belajar mengembangkan diri kalian,  menemukan cara-cara yang sesuai agar tugas dan kewajiban kalian membantu penyerbukan bisa terlaksana. Belajar dan belajar, itu saja. Adapun hasilnya kalian tidak mempunyai kuasa untuk menentukannya.  Berikan saja yang  terbaik dari kalian.”

”Sekarang kalian beristirahatlah, besok kalian bagikan apa yang telah kalian dapatkan selama melakukan perjalanan kepada teman-teman di padepokan ini. Dan mulai sekarang belajarlah lebih tekun lagi,” kata sang guru .

Kupu-kupu dan lebah madu kemudian meninggalkan sang guru sambil diiringi senyuman penuh kebahagiaan dari sang guru.

”Nah,  jadi sekarang sudah bisa kamu jawab sendiri pertanyaanmu. Atau masihkah kau pertanyakan lagi hasil dari belajarmu? ” tanya sang ibu sambil memberikan lirikan dan senyuman kepada sang bapak.

”Tidak usah kaupaksakan untuk menjawab pertanyaan ibumu, cukup kau kenang dan resapi saja cerita tadi.  Mungkin bisa menjadi bekal bagi kalian berdua, ” lanjut sang bapak menimpali kata-kata sang ibu.

Si kecil pun hanya bisa tersenyum, mungkin dirinya belum bisa menjawab atau memberikan jawaban yang sesuai . Namun setidaknya cerita itu akan membekas bagi dirinya dan adiknya.

Wednesday, September 21, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Belajar MenCINTA

Suatu ketika saat sang bapak pulang dari bekerja dikejutkan oleh kata-kata si kecil."I LoveYou" sepenggal kata yang terucap. Setelah ditanyakan kepada sang ibu, ternyata kata-kata itu terucap juga kepada sang ibu. Namun yang lebih membuat terkejut, kata-kata itu juga terlontar bagi siapa saja yang dikenalnya. Si kecil hanyalah menirukan kata-kata yang mungkin didengarnya dari televisi, tanpa memahami kata ’CINTA’.

Seringkali kitapun dengan mudahnya terucap kata-kata I Love U, Aku Sayang Kamu. Namun benarkah kita benar-benar mencinta? Benarkah kita benar-benar menyayanginya? Apabila kita mencinta hanyalah karena seseorang memiliki bentuk, sifat dan kelakukan seperti yang kita inginkan, itukah yang dinamakan itu Cinta? Apabila kita menyayangi seseorang dan menginginkannya seperti yang kita mau, inikah yang di sebut Sayang? Mencintai karena sesuatu yang menyenangkan dan sesuai dengan keinginan diri sendiri. Inikah yang disebut dengan Cinta?

Kalau memang itu yang dinamakan Cinta, lalu bagaimana apabila kemudian yang dahulu kita cintai kemudian berubah bentuk, sifat, kelakukannya? Bagaimana kalau ternyata kemudian dirinya melakukan kesalahan atau ternyata mengecewakan ? Masihkah tetap rasa cinta itu ada? Masihkah raya sayang itu ada? Sebegitu mudahkah rasa Cinta, rasa Sayang itu sirna?. Seringkali dihadapkan keadaan seperti ini, rasa cinta itu menjadi luntur. Namun benarkah rasa itu yang dinamakan cinta. Tidak. Ketertarikan, dorongan keinginan pribadi seringkali diikuti nafsu. Nafsu yang telah membelenggu diri ini, perlahan hadir dan membutakan kita. Dorongan nafsu yang begitu besar hingga akhirnya diri ini lebih mencintai diri ini sendiri dan menginginkan sesorang menjadi seperti yang kita inginkan. Nafsu yang membuat kita tidak mampu mencintai dan menyayangi dengan setulusnya.

Belajar mencintai dan menyayangi seseorang, berawal dari belajar mencintai dan menyayangi diri ini seutuhnya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Belajar menerima ketidaksempurnaan diri akan membantu dalam menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki seseorang. Belajar mencinta dibutuhkan keberanian diri untuk selalu berusaha berbagi, menyisihkan sebagian dari diri ini bagi seseorang yang kita cintai. Berani mencinta, berani menghilangkan kata-kata aku atau kamu hingga yang ada hanyalah kita. Selama ’aku’ muncul akan menjadi hambatan dalam menyelami kehangatan Cinta.

Kehangatan dan keagungan Cinta yang selalu hadir dalam hidup ini. Cinta dalam berbagai bentuk, disetiap masa waktu. Melalui kita dan semua makhluk sebagai bagian perikan cahaya Cinta Nya. Semoga dengan merasa sebagai bagian dari Cahaya Cinta Nya, mampu memberikan kedamaian bagi semua.

Friday, July 22, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Saling memberi dan mengisi

Sore itu si kecil marah-marah, teriak-teriak di halaman rumah. Setelah beberapa lama dirinya kemudian masuk kerumah, sambil mengambil mainan diapun asyik bermain. Tak beberapa lama sang adik yang mungkin terganggu teriakan Si Kecil, terbangun dari tidurnya. Diapun akhirnya berusaha bermain dengan sang kakak. Namun sang kakak tidak mau minjamkan mainanannya, sehingga yang ada tarik menarik diantara mereka berdua. Saat bertengkarpun dimulai, masing-masing tidak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya si kecil pun lari kepelukan sang bapak, sambil mengatakan kalau dirinya tidak mau lagi berteman dan bermain dengan temannya tadi dan adiknya. Begitu pula dengan sang adik, berlari dan memeluk sang ibu.

Setelah beberapa saat akhirnya si kecil dan adiknya saling bersalaman, saling meminta maaf  dengan saling memberikan kecupan saying antara mereka berdua. Seperti biasanya untuk mendinginkan suasana, sang bapakpun memulai sebuah cerita dongeng buat mereka berdua.

Di suatu masa terdapat Negeri Barang, berbagai macam kelompok barang yang saling terpisah. Masing-masing kelompok terdiri dari satu jenis barang, misalnya kelompok pensil, kelompok penghapus, kertas, penggaris, rautan dan masih banyak kelompok lainnya. Tidak ada yang mau hidup membaur karena masing-masing merasa sebagai barang yang paling berguna. Kebiasaan ini terjaga secara turun-temurun. Hingga akhirnya hal itu dianggap sebagai kebenaran.

Seiring dengan berjalannya waktu dan generasi  yang terus berganti. Muncullah beberapa segelintir barang di masing masing kelompok barang yang mulai bertanya “mengapa hanya ada satu jenis barang disini, mengapa tidak ada barang lain disini?”. Rasa penasaran, keingintahuan yang begitu besar membuat mereka meninggalkan kelompoknya untuk melakukan perjalanan pencarian jawaban atas pertanyaan yang selama ini muncul.

Hingga akhirnya tanpa disangka bertemulah berbagai jenis barang dari masing-masing kelompok yang melakukan perjalanan tadi di sebuah tempat. Berkumpul disitu pensil, penghapus, kertas, penggaris, rautan pensil. Mula mula mereka saling memperhatikan satu dengan yang lainnya, Sedikit demi sedikit rasa ego yang tertanam di diri masing-masing mulai luntur. Rasa saling memberi dan melengkapi mulai muncul. Rautan dengan tulus melakukan tugas dan kewajibannya dengan meraut pensil. Sang pensil juga dengan rajin memberikan tulisan dan gambar di kertas. Tak jarang penghapus tak pernah bosan mennghapus coretan atau gambar yang kurang pas. Dikala sang pencil membutuhkan bantuan untuk membuat garis-garis lurus , sang sahabat penggaris selalu siap membantunya. Demikian juga dengan sang kertas dengan tulusnya menyediakan dirinya untuk digunakan sebagai media demi sebuah tulisan atau lukisan. Begitu padu dan harmonisnya hubungan yang terbangun sehingga membentuk sebuah komunitas yang bagi sebagian kelompok lama sebagai sebuah komunitas baru. Rasa saling menyayangi, saling membantu, saling membutuhkan tercermin dalam setiap gerak langkah yang ada. Tanpa mereka sadari, buah dari tindakan yang selama ini mereka lakukan lambat laun sekat-sekat penghalang yang selama ini terbangun mulai runtuh. Sebuah pelita kecil perlahan menyalakan roda kehidupan di sebuah Negeri Barang.

Sebuah cerita pengantar tidur dari sang bapak, hingga tanpa disadarinya membuat si kecil dan sang adik tertidur .

Monday, July 18, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Berkarya Dengan Cinta

Ada saatnya seseorang merasa CINTA hanya sebagai kata, ada saatnya dirinya benar-benar merasakan CINTA, ada saatnya dirinya sebagai bagian dari CINTA dan mewujudkannya dalam setiap KARYA sebagai bagian Percikan Cahaya Cinta NYA untuk melayani SESAMA.....
Mengisi waktu libur sekolah, si kecil dan adiknya bermain layang-layang dilapangan. Keduanya merasakan asyiknya menerbangkan layang-layang, apalagi saat itu angin yang berhembus cukup kencang. Sehingga bisa menerbangkannya setinggi-tingginya. Setelah dirasa cukup dan layang-layang diturunkan, mereka bersama sang bapak beristirahat dibawah pohon dipinggir sawah. Dibukanya bekal yang dibawa dari rumah, sambil makan dan minum sang bapak bercerita kepada si kecil dan adiknya.

Di suatu masa, ada tiga ekor ayam yang berteman dan bersahabat. Kemana-mana mereka selalu bertiga yakni ayam mutiara, ayam kalkun dan ayam cemani. Namun ada perbedaan yang membedakan diantara mereka bertiga. Ayam mutiara dengan bentuknya yang menarik didukung dengan bulu-bulunya yang cantik, selalu  berusaha untuk menonjolkan dirinya diantara semua teman dan hewan-hewan lainnya. Apa yang dilakukannya hanyalah untuk sebuah pujian, pengakuan bagi dirinya. Segala cara dilakukan demi sebuah kehormatan yang ingin dicapainya.


Ayam kalkun dengan badannya yang besar, terlihat kalem dan lembut. Dengan sabar dan telaten dia mengerjakan segala sesuatu. Selalu timbul keinginan untuk belajar karena dirinya menyadari segala kekurangan yang dimilikinya. Walaupun seringkali dia harus terjatuh namun dirinya akan berusaha bangkit kembali hingga dirinya menguasai apa yang sedang dia pelajari.


Lain lagi dengan sang ayam cemani. Dirinya diberikan anugerah bentuk yang gagah dan warna yang hitam kelam. Kegagahan yang seharusnya mampu membuat dirinya bangga, namun hal itu justru membuat dirinya malu. Merasa dirinya rendah dibandingkan dengan yang lainya. 


Hingga akhirnya karena suatu keadaan, mereka bertigapun akhirnya harus berpisah. Ayam mutiara pergi, dia tempuh perjalanan panjang. Disepanjang jalan yang dilaluinya senantiasa dirinya mengangung-agungkan kehebatan dan kesempurnaan dirinya. Segala kemampuan yang dimiliki digunakan untuk memperoleh 'pengakuan bahwa dirinya yang terhebat'. Ayam kalkun juga terpaksa harus pergi demi sebuah keinginan untuk terus belajar. Terus dicarinya guru dan ilmu-ilmu yang ingin dipelajarinya. Sementara sang ayam cemani masih saja menyalahkan semua keadaan yang didapatinya. Rasa iri, kecewa, kesal, marah muncul didirinya. Selalu itu saja yang dia jadikan alasan. Tanpa adanya suatu perbuatan yang dia lakukan, karena Sang Nasib lah yang bersalah kepadanya. Kenapa dirinya harus menjadi makhluk yang hina.

Setelah lama mereka berpisah, tibalah waktunya untuk berkumpul kembali. Pertama yang datang adalah Ayam Mutiara. Dicarinya sang sahabatnya ayam cemani. Dilihatnya sang sahabat sedang termenung. Berdua mereka bercerita tentang pengalamannya selama berpisah. Ayam mutiara menceritakan bagaimana dirinya selama ini telah keliru dalam menjalani hidupnya. Segala bentuk penghargaan, pujaan yang selama ini diinginkannya hanyalah semu belaka. Menjadi tiada berarti. Bahkan segalanya itu sekarang telah hilang, dan yang ada sekarang hanyalah  dirinya yang seakan malu untuk bertatap muka dengan teman dan semua makhluk yang ada. Demikian pula dengan sang ayam cemani. Dirinya menceritakan bagaimana dirinya dengan kepergian kedua temannya, merasakan kesepian. Perasaan merasa sebagai makhluk yang hina dan tak berguna semakin menguat. Bahkan terkadang timbul keinginan untuk mengakhiri hidup ini. Berdua mereka saling bercengkrama, hingga tidak menyadari bahwa ada sang pengintip yang telah mendengarkan semua perbincangan mereka berdua.

Sampai akhirnya sang pengintip yang tak lain sang ayam kalkun dengan raut muka penuh keceriaan menampakan diri dihadapan mereka berdua. Ayam mutiara dan ayam cemani menyambut kedatangan sahabatnya dengan pelukan mesra. Ditumpahkannya kegalauan, rasa kesal yang selama ini membebani mereka kepada sahabatnya. Ayam kalkun hanya tersenyum, sambil memberikan belaian dan tepukan hangat kepada mereka. Setelah beberapa saat,  ayam kalkun akhirnya menceritakan perjalanan yang selama ini dilakukannya.

Sebuah perjalanan demi memenuhi keinginannya yang haus untuk belajar. Mencari setiap ilmu dari orang-orang yang dia sebut guru. Semakin banyak belajar, semakin lama disadarinya bahwa dirinya bukanlah apa-apa dan ilmu yang selama ini dipelajari selama ini barulah sebagian dari semua ilmu pengetahuan yang ada. Diapun memutuskan untuk beristirahat, menghentikan segala pencarian yang selama ini dilakukan. Cukup lama dia merenung, hingga akhirnya dia mengerti bahwa segala ilmu pengetahuan yang selama ini dipelajari dan dikuasainya menjadi tidak berguna apabila dirinya tidak menggunakannya sebagai bekal dirinya untuk membantu sesamanya. Semenjak itu dirinya terus berusaha agar sesamanya setidaknya merasakan manfaat dari semua ilmu yang dipelajarinya. Sekecil apapun itu setidaknya dirinya berusaha berbuat yang terbaik bagi sesamanya. Walaupun terkadang muncul cerita-cerita miring dan pertentangan dari pihak-pihak yang merasa tersudut akan apa yang selama ini dilkannya, namun dia tidak marah ataupun membencinya. Secara perlahan didekatinya sambi tetap dilakukan semua karyanya bagi sesamanya. Melalui curahan pemikiran, ataupun tindakan fisik seperti memberikan senyuman dan sapaan hangat bagi sesamanya yang sedang merasakan kesedihan. Terkadang justru dari sesamanya dirinya menjadi banyak belajar, hingga akhirnya semakin menemukan makna hidup ini. Saling mengisi dan memberi dengan sesamanya.


Kedua sahabatnya menjadi semakin tersadar, keduanya seakan dibangkitkan dari tidur panjangnya. Sejak saat itupun akhirnya mereka bertiga terus berkarya bagi sesamanya. Sekecil apapun sebuah karya, akan terus mereka lakukan sebagai sebuah karya pelayanan bagi sesamanya. Sebagai sebuah percikan-percikan Cahaya Nya untuk menerangi sesamanya.