Mengisi waktu libur sekolah, si kecil dan adiknya bermain layang-layang dilapangan. Keduanya merasakan asyiknya menerbangkan layang-layang, apalagi saat itu angin yang berhembus cukup kencang. Sehingga bisa menerbangkannya setinggi-tingginya. Setelah dirasa cukup dan layang-layang diturunkan, mereka bersama sang bapak beristirahat dibawah pohon dipinggir sawah. Dibukanya bekal yang dibawa dari rumah, sambil makan dan minum sang bapak bercerita kepada si kecil dan adiknya.
Di suatu masa, ada tiga ekor ayam yang berteman dan bersahabat. Kemana-mana mereka selalu bertiga yakni ayam mutiara, ayam kalkun dan ayam cemani. Namun ada perbedaan yang membedakan diantara mereka bertiga. Ayam mutiara dengan bentuknya yang menarik didukung dengan bulu-bulunya yang cantik, selalu berusaha untuk menonjolkan dirinya diantara semua teman dan hewan-hewan lainnya. Apa yang dilakukannya hanyalah untuk sebuah pujian, pengakuan bagi dirinya. Segala cara dilakukan demi sebuah kehormatan yang ingin dicapainya.
Ayam kalkun dengan badannya yang besar, terlihat kalem dan lembut. Dengan sabar dan telaten dia mengerjakan segala sesuatu. Selalu timbul keinginan untuk belajar karena dirinya menyadari segala kekurangan yang dimilikinya. Walaupun seringkali dia harus terjatuh namun dirinya akan berusaha bangkit kembali hingga dirinya menguasai apa yang sedang dia pelajari.
Lain lagi dengan sang ayam cemani. Dirinya diberikan anugerah bentuk yang gagah dan warna yang hitam kelam. Kegagahan yang seharusnya mampu membuat dirinya bangga, namun hal itu justru membuat dirinya malu. Merasa dirinya rendah dibandingkan dengan yang lainya.
Hingga akhirnya karena suatu keadaan, mereka bertigapun akhirnya harus berpisah. Ayam mutiara pergi, dia tempuh perjalanan panjang. Disepanjang jalan yang dilaluinya senantiasa dirinya mengangung-agungkan kehebatan dan kesempurnaan dirinya. Segala kemampuan yang dimiliki digunakan untuk memperoleh 'pengakuan bahwa dirinya yang terhebat'. Ayam kalkun juga terpaksa harus pergi demi sebuah keinginan untuk terus belajar. Terus dicarinya guru dan ilmu-ilmu yang ingin dipelajarinya. Sementara sang ayam cemani masih saja menyalahkan semua keadaan yang didapatinya. Rasa iri, kecewa, kesal, marah muncul didirinya. Selalu itu saja yang dia jadikan alasan. Tanpa adanya suatu perbuatan yang dia lakukan, karena Sang Nasib lah yang bersalah kepadanya. Kenapa dirinya harus menjadi makhluk yang hina.
Setelah lama mereka berpisah, tibalah waktunya untuk berkumpul kembali. Pertama yang datang adalah Ayam Mutiara. Dicarinya sang sahabatnya ayam cemani. Dilihatnya sang sahabat sedang termenung. Berdua mereka bercerita tentang pengalamannya selama berpisah. Ayam mutiara menceritakan bagaimana dirinya selama ini telah keliru dalam menjalani hidupnya. Segala bentuk penghargaan, pujaan yang selama ini diinginkannya hanyalah semu belaka. Menjadi tiada berarti. Bahkan segalanya itu sekarang telah hilang, dan yang ada sekarang hanyalah dirinya yang seakan malu untuk bertatap muka dengan teman dan semua makhluk yang ada. Demikian pula dengan sang ayam cemani. Dirinya menceritakan bagaimana dirinya dengan kepergian kedua temannya, merasakan kesepian. Perasaan merasa sebagai makhluk yang hina dan tak berguna semakin menguat. Bahkan terkadang timbul keinginan untuk mengakhiri hidup ini. Berdua mereka saling bercengkrama, hingga tidak menyadari bahwa ada sang pengintip yang telah mendengarkan semua perbincangan mereka berdua.
Sampai akhirnya sang pengintip yang tak lain sang ayam kalkun dengan raut muka penuh keceriaan menampakan diri dihadapan mereka berdua. Ayam mutiara dan ayam cemani menyambut kedatangan sahabatnya dengan pelukan mesra. Ditumpahkannya kegalauan, rasa kesal yang selama ini membebani mereka kepada sahabatnya. Ayam kalkun hanya tersenyum, sambil memberikan belaian dan tepukan hangat kepada mereka. Setelah beberapa saat, ayam kalkun akhirnya menceritakan perjalanan yang selama ini dilakukannya.
Sebuah perjalanan demi memenuhi keinginannya yang haus untuk belajar. Mencari setiap ilmu dari orang-orang yang dia sebut guru. Semakin banyak belajar, semakin lama disadarinya bahwa dirinya bukanlah apa-apa dan ilmu yang selama ini dipelajari selama ini barulah sebagian dari semua ilmu pengetahuan yang ada. Diapun memutuskan untuk beristirahat, menghentikan segala pencarian yang selama ini dilakukan. Cukup lama dia merenung, hingga akhirnya dia mengerti bahwa segala ilmu pengetahuan yang selama ini dipelajari dan dikuasainya menjadi tidak berguna apabila dirinya tidak menggunakannya sebagai bekal dirinya untuk membantu sesamanya. Semenjak itu dirinya terus berusaha agar sesamanya setidaknya merasakan manfaat dari semua ilmu yang dipelajarinya. Sekecil apapun itu setidaknya dirinya berusaha berbuat yang terbaik bagi sesamanya. Walaupun terkadang muncul cerita-cerita miring dan pertentangan dari pihak-pihak yang merasa tersudut akan apa yang selama ini dilkannya, namun dia tidak marah ataupun membencinya. Secara perlahan didekatinya sambi tetap dilakukan semua karyanya bagi sesamanya. Melalui curahan pemikiran, ataupun tindakan fisik seperti memberikan senyuman dan sapaan hangat bagi sesamanya yang sedang merasakan kesedihan. Terkadang justru dari sesamanya dirinya menjadi banyak belajar, hingga akhirnya semakin menemukan makna hidup ini. Saling mengisi dan memberi dengan sesamanya.
Kedua sahabatnya menjadi semakin tersadar, keduanya seakan dibangkitkan dari tidur panjangnya. Sejak saat itupun akhirnya mereka bertiga terus berkarya bagi sesamanya. Sekecil apapun sebuah karya, akan terus mereka lakukan sebagai sebuah karya pelayanan bagi sesamanya. Sebagai sebuah percikan-percikan Cahaya Nya untuk menerangi sesamanya.
Ayam kalkun dengan badannya yang besar, terlihat kalem dan lembut. Dengan sabar dan telaten dia mengerjakan segala sesuatu. Selalu timbul keinginan untuk belajar karena dirinya menyadari segala kekurangan yang dimilikinya. Walaupun seringkali dia harus terjatuh namun dirinya akan berusaha bangkit kembali hingga dirinya menguasai apa yang sedang dia pelajari.
Lain lagi dengan sang ayam cemani. Dirinya diberikan anugerah bentuk yang gagah dan warna yang hitam kelam. Kegagahan yang seharusnya mampu membuat dirinya bangga, namun hal itu justru membuat dirinya malu. Merasa dirinya rendah dibandingkan dengan yang lainya.
Hingga akhirnya karena suatu keadaan, mereka bertigapun akhirnya harus berpisah. Ayam mutiara pergi, dia tempuh perjalanan panjang. Disepanjang jalan yang dilaluinya senantiasa dirinya mengangung-agungkan kehebatan dan kesempurnaan dirinya. Segala kemampuan yang dimiliki digunakan untuk memperoleh 'pengakuan bahwa dirinya yang terhebat'. Ayam kalkun juga terpaksa harus pergi demi sebuah keinginan untuk terus belajar. Terus dicarinya guru dan ilmu-ilmu yang ingin dipelajarinya. Sementara sang ayam cemani masih saja menyalahkan semua keadaan yang didapatinya. Rasa iri, kecewa, kesal, marah muncul didirinya. Selalu itu saja yang dia jadikan alasan. Tanpa adanya suatu perbuatan yang dia lakukan, karena Sang Nasib lah yang bersalah kepadanya. Kenapa dirinya harus menjadi makhluk yang hina.
Setelah lama mereka berpisah, tibalah waktunya untuk berkumpul kembali. Pertama yang datang adalah Ayam Mutiara. Dicarinya sang sahabatnya ayam cemani. Dilihatnya sang sahabat sedang termenung. Berdua mereka bercerita tentang pengalamannya selama berpisah. Ayam mutiara menceritakan bagaimana dirinya selama ini telah keliru dalam menjalani hidupnya. Segala bentuk penghargaan, pujaan yang selama ini diinginkannya hanyalah semu belaka. Menjadi tiada berarti. Bahkan segalanya itu sekarang telah hilang, dan yang ada sekarang hanyalah dirinya yang seakan malu untuk bertatap muka dengan teman dan semua makhluk yang ada. Demikian pula dengan sang ayam cemani. Dirinya menceritakan bagaimana dirinya dengan kepergian kedua temannya, merasakan kesepian. Perasaan merasa sebagai makhluk yang hina dan tak berguna semakin menguat. Bahkan terkadang timbul keinginan untuk mengakhiri hidup ini. Berdua mereka saling bercengkrama, hingga tidak menyadari bahwa ada sang pengintip yang telah mendengarkan semua perbincangan mereka berdua.
Sampai akhirnya sang pengintip yang tak lain sang ayam kalkun dengan raut muka penuh keceriaan menampakan diri dihadapan mereka berdua. Ayam mutiara dan ayam cemani menyambut kedatangan sahabatnya dengan pelukan mesra. Ditumpahkannya kegalauan, rasa kesal yang selama ini membebani mereka kepada sahabatnya. Ayam kalkun hanya tersenyum, sambil memberikan belaian dan tepukan hangat kepada mereka. Setelah beberapa saat, ayam kalkun akhirnya menceritakan perjalanan yang selama ini dilakukannya.
Sebuah perjalanan demi memenuhi keinginannya yang haus untuk belajar. Mencari setiap ilmu dari orang-orang yang dia sebut guru. Semakin banyak belajar, semakin lama disadarinya bahwa dirinya bukanlah apa-apa dan ilmu yang selama ini dipelajari selama ini barulah sebagian dari semua ilmu pengetahuan yang ada. Diapun memutuskan untuk beristirahat, menghentikan segala pencarian yang selama ini dilakukan. Cukup lama dia merenung, hingga akhirnya dia mengerti bahwa segala ilmu pengetahuan yang selama ini dipelajari dan dikuasainya menjadi tidak berguna apabila dirinya tidak menggunakannya sebagai bekal dirinya untuk membantu sesamanya. Semenjak itu dirinya terus berusaha agar sesamanya setidaknya merasakan manfaat dari semua ilmu yang dipelajarinya. Sekecil apapun itu setidaknya dirinya berusaha berbuat yang terbaik bagi sesamanya. Walaupun terkadang muncul cerita-cerita miring dan pertentangan dari pihak-pihak yang merasa tersudut akan apa yang selama ini dilkannya, namun dia tidak marah ataupun membencinya. Secara perlahan didekatinya sambi tetap dilakukan semua karyanya bagi sesamanya. Melalui curahan pemikiran, ataupun tindakan fisik seperti memberikan senyuman dan sapaan hangat bagi sesamanya yang sedang merasakan kesedihan. Terkadang justru dari sesamanya dirinya menjadi banyak belajar, hingga akhirnya semakin menemukan makna hidup ini. Saling mengisi dan memberi dengan sesamanya.
Kedua sahabatnya menjadi semakin tersadar, keduanya seakan dibangkitkan dari tidur panjangnya. Sejak saat itupun akhirnya mereka bertiga terus berkarya bagi sesamanya. Sekecil apapun sebuah karya, akan terus mereka lakukan sebagai sebuah karya pelayanan bagi sesamanya. Sebagai sebuah percikan-percikan Cahaya Nya untuk menerangi sesamanya.
No comments:
Post a Comment