Suatu ketika saat sang bapak pulang dari bekerja dikejutkan oleh kata-kata si kecil."I LoveYou" sepenggal kata yang terucap. Setelah ditanyakan kepada sang ibu, ternyata kata-kata itu terucap juga kepada sang ibu. Namun yang lebih membuat terkejut, kata-kata itu juga terlontar bagi siapa saja yang dikenalnya. Si kecil hanyalah menirukan kata-kata yang mungkin didengarnya dari televisi, tanpa memahami kata ’CINTA’.
Seringkali kitapun dengan mudahnya terucap kata-kata I Love U, Aku Sayang Kamu. Namun benarkah kita benar-benar mencinta? Benarkah kita benar-benar menyayanginya? Apabila kita mencinta hanyalah karena seseorang memiliki bentuk, sifat dan kelakukan seperti yang kita inginkan, itukah yang dinamakan itu Cinta? Apabila kita menyayangi seseorang dan menginginkannya seperti yang kita mau, inikah yang di sebut Sayang? Mencintai karena sesuatu yang menyenangkan dan sesuai dengan keinginan diri sendiri. Inikah yang disebut dengan Cinta?
Kalau memang itu yang dinamakan Cinta, lalu bagaimana apabila kemudian yang dahulu kita cintai kemudian berubah bentuk, sifat, kelakukannya? Bagaimana kalau ternyata kemudian dirinya melakukan kesalahan atau ternyata mengecewakan ? Masihkah tetap rasa cinta itu ada? Masihkah raya sayang itu ada? Sebegitu mudahkah rasa Cinta, rasa Sayang itu sirna?. Seringkali dihadapkan keadaan seperti ini, rasa cinta itu menjadi luntur. Namun benarkah rasa itu yang dinamakan cinta. Tidak. Ketertarikan, dorongan keinginan pribadi seringkali diikuti nafsu. Nafsu yang telah membelenggu diri ini, perlahan hadir dan membutakan kita. Dorongan nafsu yang begitu besar hingga akhirnya diri ini lebih mencintai diri ini sendiri dan menginginkan sesorang menjadi seperti yang kita inginkan. Nafsu yang membuat kita tidak mampu mencintai dan menyayangi dengan setulusnya.
Belajar mencintai dan menyayangi seseorang, berawal dari belajar mencintai dan menyayangi diri ini seutuhnya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Belajar menerima ketidaksempurnaan diri akan membantu dalam menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki seseorang. Belajar mencinta dibutuhkan keberanian diri untuk selalu berusaha berbagi, menyisihkan sebagian dari diri ini bagi seseorang yang kita cintai. Berani mencinta, berani menghilangkan kata-kata aku atau kamu hingga yang ada hanyalah kita. Selama ’aku’ muncul akan menjadi hambatan dalam menyelami kehangatan Cinta.
Kehangatan dan keagungan Cinta yang selalu hadir dalam hidup ini. Cinta dalam berbagai bentuk, disetiap masa waktu. Melalui kita dan semua makhluk sebagai bagian perikan cahaya Cinta Nya. Semoga dengan merasa sebagai bagian dari Cahaya Cinta Nya, mampu memberikan kedamaian bagi semua.
No comments:
Post a Comment