Menjelang malam seorang bapak (B) menemani si kecil (K) yang sedang belajar. Maklum masih kecil maka yang dipelajarinya di sekolah belajar mengenal dan menulis angka dan huruf. Dengan tangannya yang kecil diulanginya lagi pelajaran yang didapatkannya di sekolah. Tentu saja sambil sesekali mengeluh dan terburu-buru agar dirinya secepatnya dapat menonton film kesukaannya. Setelah dirasanya cukup diapun menghentikan belajarnya.
K : “Pak, sudah ya. Aku dah capek je, mau nonton film Power Rangger ya. Bagaimana pak benar tidak tulisanku? Bagus tidak tulisanku,” tanya si kecil kepada bapaknya. Dan si bapak hanya bisa tersenyum melihat dan mendengar apa yang dikatakan anaknya.
B : “Sudah capek le, lha bagaimana tidak capek kalau dirimu merasakan belajar itu sebuah keterpaksaan. Tentu saja semakin lama kamu belajar semakin dirimu merasa capek, merasa menjadi beban hingga nantinya kamu hanya akan belajar ada yang melihatmu belajar . Bukan begitu caramu belajar. Coba lihat bapak ini le, bukankah bapak juga seringkali belajar denganmu merangkai mainan yang semula terpisah-pisah hingga akhirnya menjadi bentuk robot, monster atau mainan yang akhirnya dirmu sukai. Dulu bapak juga belajar berjalan bersama-sama dengan dirimu disaat dirimu juga sedang belajar berjalan. Berdua kita belajar berjalan, terkadang bapak jatuh atau dirimu . Tapi tetap saja kita berdua terus belajar berjalan, hingga akhirnya dirimu bisa berjalan bahkan berlari seperti sekarang. Bapakpun juga akhirnya bisa berjalan kembali. Jadi saat belajar menulis sama saja saat dirimu belajar berjalan dahulu.,” kata sang bapak.
K : “Iya pak. Tapi aku kok seringkali males je. Lagian tulisanku bagaimana pak, baik atau buruk?.”
B : “Ya itu wajar le, setiap kali belajar tentu saja akan mengalami seperti itu. Rasa bosan, merasa itu-itu saja yang dipelajari, menjadikannya sebagai sebuah rutinitas belaka bahkan mungkin merasa dirimu sudah pintar sehingga buat apa belajar yang itu-itu saja. Merasa cepat puas, merasa sudah bisa. Semua itu hanyalah sebuah tipuan, perasaan yang muncul yang akan membuatmu lupa akan makna dari belajar itu sendiri. Coba ingat kembali. Kalaulah dirimu sudah merasa bisa, kenapa masih saja sering melakukan kesalahan yang sama dalam menulis huruf atau angka. Bukankah akan lebih baik kamu lihat lagi hasil tulisanmu, bukan benar atau salah yang kau persoalkan. Lihat lagi tiap huruf atau angka yang telah kau tulis, bandingkan dengan contoh yang ada. Mungkin sekali waktu kamu juga harus memperhatikan tulisan teman-teman dan caranya mereka menulis. Semua contoh huruf atau angka hanyalah sebuah contoh hingga akhirnya dirimu dapat menulis huruf dan angka .Menulis dan merangkai angka dengan caramu sendiri. Dan hasil tulisanmu dan teman-temanmu akan berbeda-beda sesuai dengan cara kalian menulis masing-masing. Dibutuhkan ketekunan dan kejujuran dirimu dalam belajar hingga akhirnya dirimu akan terus belajar . “
Si Kecil tersenyum mendengar sindiran sang bapak, sambil manggut-mangggut pula dirinya mendengarkan penjelasan bapaknya.
B : “Sekarang lihat ini, ini angka 6 atau 9. Kalau dirimu menjadi anak yang kaku tentu akan bilang angka 6, padahal kalau bapak putar bukankah menjadi angka 9 . Kira-kira seperti itulah caramu harusnya belajar, memahami dengan benar apa yang sedang dan seharusnya kamu pelajari . Dan diperlukan cara berfikir yang terbuka terhadap segala kemungkinan yang timbul dari apa yang kamu pelajari. Sehingga dengan memahami dan berfikir terbuka dirimu tidak cepat merasa puas, merasa paling pintar, justru akan mendorongmu untuk terus belajar dan menemukan hal-hal baru dari apa saja yang kamu pelajari.”
Si Kecil tersenyum dan mengiyakan. Walaupun mungkin dirinya belum sepenuhnya paham akan yang barusan didengarnya.
K : “Pak besok kan ke Gereja to, jadi asyik dong bisa beli mainan. Aku mau cari robot kesukaanku.”
B : “Punya uang po le, mendingan ditabung dulu biar kalau sudah terkumpul bisa buat beli peralatan melukis hingga ntar dirimu bisa belajar melukis. Lagian le, mosok kamu ingatnya kalau ke Gereja hanya biar bisa beli mainan to. Lha wong ke gereja itu untuk berdoa, sebagai salah satu cara bertemu dengan Gusti bukan Bertemu dengan MAINAN…..”
Si kecil tertawa dan sang bapak juga tertawa
B : “Ayo sekarang belajar memijat ya. Bapak tak mijat dirimu, rasakan ya le bagaimana enaknya pijatannya, gerakan tangan bapak dengan minyak yang tak olehkan di badanmu. Rasakan enaknya dipijat dan kesegaran yang nantinya kau rasakan. Pelajari dan rasakan ya caranya memijat, jangan malah keenakan terus tertidur. Nanti gentian dirimu yang memijat bapak, lakukan seperti yang bapak lakukan tentu saja kau bebas melakukan gerakan memijat dengan caramu sendiri setelah dirimu paham cara memijat.”
Begitulah bagian dari celoteh Si Kecil, dimana si kecil dan si bapak sama-sama belajar, berteman dalam perjalanan ini dengan terus berusaha melakukan tugas dan kewajiban yang sekarang ini harus dilakukannya.
No comments:
Post a Comment