Sunday, November 6, 2011

Who can become ultraman?

Malam itu si kecil dan sang adik sedang asyik menonton film kesayangan mereka berdua. Si kecil mencoba menjadi Ultraman Nexus, sementara sang adik mencoba menjadi Ultraman Gaia. Berdua mereka saling serang, kadang bergulingan di kasur seolah menghadapi monster. Tingkah polah keduanya tak lepas dari perhatian sang bapak dan ibu yang sedang menyantap hidangan malam.

Setelah sang bapak selesai makan, dihampirinya mereka berdua yang tampak kelelahan duduk bersandar di dinding kamar.

“Bagaimana, sudah lelah ya kalian bermainnya,” tanya sang bapak.

”Iya pak. Besok kalau dah besar aku mau menjadi Ultraman, adik juga ingin seperti Ultraman,” kata si kecil sambil melihat kepada adiknya, “Tapi apa bisa menjadi Ultraman ya pak?”

Sang bapak hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Dilihatnya si kecil dan adiknya yang dengan semangatnya ingin menjadi Ultraman. Cita-cita yang sederhana. 

“Ayo sini kalian berdua lihat lagi film Ultraman tadi, sambil bapak pijitin kaki dan tangan kalian,” kata sang bapak yang diikuti si kecil dan adiknya sambil menjulurkan tangan dan kakinya.

Sambil memijat-mijat mereka berdua, sang bapak akhirnya melannjutkan kembali kata-katanya.

”Coba kalian lihat Ultraman itu, betapa dia datang ke bumi ini karena tertarik dengan adanya semangat saling menolong, mencintai sesama, sikap berani berkorban bagi sesamanya. Dia mempelajari semuanya itu. Memang diapun menyadari bahwa tidak semuanya menyadari memiliki semuanya itu, namun dia yakin bahwa semua itu masih ada. Maka diapun akan selalu berusaha menyelematkan semua makhluk yang ada, dengan segala kemampuan yang terbaik dia akan berjuang,” kata sang bapak sambil memberikan olesan minyak kayu putih dan irisan bawang merah.

”Kalau seorang Ultraman saja mau mempelajari semua itu, tertarik dengan semua yang sebenarnya sudah kita miliki maka bapak harapkan kalian berdua mencoba menggali dan memelihara segala sikap yang sebenarnya sudah kalian miliki. Rasa saling menyanyangi, saling membantu sebaiknya kalian jaga. Tunjukkan  semua itu terhadap semua teman maupun yang memusuhimu. Berikan yang terbaik dari dirimu bukan untuk sanjungan ataupun pujian yang nantinya kalian dapatkan, namun karena memang begitulah kalian harus saling menyayangi dan membantu sesamamu. Apabila semuanya itu bisa kalian pahami dan lakukan dengan tulus, bapak rasa itulah Ultraman yang sejati, ” lanjut sang bapak.

”Ayo dik kita latihan lagi sebagai Ultraman,” sahut si kecil  kepada adiknya. Berdua mereka kemudian bersatu padu menyerang sang bapak yang dianggap sebagai monster yang harus mereka taklukkan.

Sang ibu hanya tersenyum melihat kelakuan mereka berdua, sambil membersihan meja makan dan piring . 

Suara binatang malampun telah menantikan saat-saat untuk menghabiskan kehangatan sinar rembulan

Thursday, October 27, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Bermain layang-layang


Sore itu cuaca sangat cerah ketika si kecil,sang adik dan bapaknya sedang asyik bermain layang-layang di sebuah lapangan dekat rumah mereka. Sang ayah sedang sedang berusaha menerbangkannya setelah sebelumnya di bantu si kecil, sementara sang adik membantu memegang tempat gulungan benang . Tak beberapa lama, layang-layang berhasil mengudara. Si kecil kemudian diajari caranya menerbangkan layang-layang. Terbayang wajah keceriaan dari si kecil dan sang adik. Betapa mereka sangat menikmati permainan tersebut.

”Ayo sekarang coba kamu tinggikan lagi, ulur benangnya,” kata sang ayah yang diikuti si kecil dengan mengulur benang sehingga layang-layang terlihat semakin tinggi.

”Ayo kamu tarik benangnya, agak kamu turunkan lagi. Kemudian buatlah layang-layng itu bergerak  kekanan, kekiri atau memutar-mutar,” lanjut sang bapak kepada si kecil.

Sang bapak berusaha mengajari si kecil, dan tentu saja sang adik juga ikut belajar dengan memperhatikan semuanya. Setelah beberapa lama, akhirnya layang-layang diturunkan. Mereka bertiga duduk dibawah pohon, sambil dibukanya bekal minuman dan makanan kecil. 

”Bagaimana le, senang tidak bermain layang-layang?” tanya sang bapak.

”Tentu saja senang pak, besok main lagi ya. Adik juga senang,” jawab si kecil sambil melihat sang adik. Adik si kecil hanya tersenyum sebagai tanda kalau diapun menikmati bermain layang-layang.

”Bapak juga senang kalau kalian menikmatinya. Akan lebih senang lagi kalau kalian bisa belajar dari sebuah permainan ini,"kata sang bapak.

Sejenak dia terdiam seakan mencari kata-kata yang tepat bagi si kecil dan sang adik. Setelah beberapa saat akhirnya dilanjutkan lagi.

”Seperti layang-layang saat ditarik talinya akan terasa ketegangan, begitu pula dirimu ada saat dirimu merasakan ketegangan, kegelisahan, kegundahan karena sesuatu hal yang mempengaruhimu. Ada juga saatnya dirimu merasakan diri lepas bebas, tidak ada beban yang membebanimu seperti saat layang-layang diulur talinya. Saat tegang dan lepas itu akan silih berganti datang. Kelak kalian pelajari dan amati hingga nantinya kalian memahami kalau semuanya itu hanyalah ilusi semata. Sebagai permainan pikiran kalian. Semoga nantinya kalian bisa menikmatinya sebagai sebuah kesatuan. Terkadang dirimu harus belok ke kanan, kekiri, atau jungkir balik namun akhirnya dirimu akan terus berusaha terbang tegak seperti layang-layang tadi yang akhirnya terus terbang, ” kata sang sambil melihat si kecil dan adiknya yang sedang makan pothil

”Seperti layang-layang yang mebutuhkan dirimu untuk menerbangkan dan mengendalikanya. Kalian berdua juga harus belajar mengendalikan diri. Belajarlah seperti saat bermain layang-layang. Jangan sampai kehilangan kendali. Belajarlah terbang selayaknya layang-layang yang dengan kokohnya menerima semua goncangan angin sebagai teman dirinya untuk terus terbang. Kelak kalian akan bisa menemukan yang lebih banyak lagi dari sebuah permainan layang-layang, seiring dengan pertumbuhan dan keinginan kalian untuk terus belajar,” lanjut sang bapak sambil diusapnya kepala si kecil dan sang adik.
Kemudian mereka bertiga merapikan segala peralatan dan layang-layang yang ada. Bertiga mereka akhirnya berjalan pulang ke rumah. Senyum dan kehangatan sang ibu sudah menantikan kedatangan mereka bertiga.

Tuesday, October 25, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Pencarian Seekor Kura-kura


Seekor kura-kura keluar dari cangkang yang selama ini membungkus dirinya, masih berselaput sisa-sisa cairan yang selama ini menjadi sumber hidupnya. Walaupun masih lemah, terus dia usahakan membuka matanya mempelajari keadaan sekitarnya. 

Dilihatnya segenap makhluk yang ada disekitarnya, diamati, dipelajari semuanya sambil terus melanjutkan hidupnya. Ada rasa kekaguman, keheranan, iri hati, kekecewaan, sesal dan rasa lainnya .Seiring dengan perkembangan tubuhnya, semakin lama semakin banyak pertanyaan-pertanyaan yang terus berkecamuk di dirinya. 

Mengapa diriku terlahir sebagai kura-kura?
Mengapa bukan sebagai hewan yang lain atau makhluk lainnya?
Coba aku bisa seperti kijang yang bisa cepat berlari
Coba aku bisa seperti singa yang gagah dan tegap badannya
Sementara diriku
Apa yang bisa membagakan dari kaki-kakiku yang kecil?
Apa yang bisa kubanggakan dari mukaku ini?
Apa yang bisa kubanggakan dari tempurungku ini?
Mengapa kalian sering menghina dan mencemoohku?
Mengapa kalian tidak pernah memperhatiakn diriku?
Adilkah Engkau ?
Dimanakah adanya Keadilan?
Dimanakah adanya Kebenaran?
Dimanakah adanya Kedamaian? 

Semakin lama, semakin banyak pertanyaan yang semakin membuat dirinya bingung dan merasa kecewa. Dicarinya tempat dan makhluk lainnya yang bisa memberikan dan memecahkan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dirinya. Tidak ada jawaban yang mampu memuaskan dirinya, padahal sudah terasa lelah dia melakukan perjalanan. Hingga akhirnya sang kura-kura dengan duduk termenung dia merenungi nasibnya. Tak dihiraukan keadaan sekelilingnya, sampai pada suatu ketika dilihatnya seekor kijang yang tengah berusaha menyelamatkan dirinya dari terkaman singa namun tidak berhasil dan dimakan oleh sang singa. Saking terkejutnya membuat sang singa terganggu dan berusaha memakannya. Karena takutnya kura-kura menarik segenap anggota tubuhnya kedalam tempurungnya sehingga singa tidak berhasil memakannya dan setelah selesai menyantap sang kijang diapun pergi. 

Seketika kura-kura tersadar, sebuah pencerahan dialaminya. Apa yang selama ini menjadi pertanyaan dan beban dirinya sirna sudah. Rasa puji syukur dia panjatkan. Betapa selama ini dirinya disilaukan oleh keadaan sekitar sehingga tidak melihat hati dan pikiranya. Mempelajari hatinya sebagai sebuah buku yang tidak habisnya untuk dipelajari. Mempelajari pikiran nya sendiri, melihat dan mengamatinya. Pikiran yang selama ini membuat dirinya terombang ambing. Betapa selama ini ini yang dia cari-cari ternyata berada dalam dirinya sendiri. Sebuah pencerahan yang akhirnya membuat kura-kura semakin mantap melangkah sambil terus berusaha tersadar dalam segenap gerak hidupnya. Kebenaran dan kedamaian yang selama ini dicarinya telah ditemukannya. Jejak langkah kura-kura dalam menapaki hidup. 

Ketika pikiran terang, Anda akan dapat melihat kotoran batin dengan jelas dan juga membersihkannya.  
Kedamaian ada pada diri sendiri, ditemukan di tempat yang sama dengan kesulitan dan penderitaan
Ketika Adnda merasakan penderitaan, Anda juga dapat menemukan kebebasan dari penderitaan
Mencoba lari dari penderitaan sebenarnya justru berlari menuju penderitaan.
(dikutip dari Tidak Ada ~ Ajahn Chah)

Celoteh Si Kecil ~ Hanyalah seekor precil yang sedang belajar..

"Suatu ketika Prabu Anglingdarma sedang ingin melihat keadaan sebenarnya dari rakyatnya di Malawapati. Karena saktinya dan tidak ingin ketahuan maka ia menggunakan ilmu malih rupo (merubah wujudnya) menjadi seekor burung pipit. Dengan bebasnya ia dapat mengetahui kehidupan rakyatnya, terbuka semua tanpa ada yang bisa ditutup-tutupi. Semua pembicaraan rakyatnya bisa dia ketahui tanpa diketahui oleh rakyatnya. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat di sebuah ranting pohon di tepi sebuah sawah. Betapa dia sangat menikmati perjalanannya selama ini, banyak manfaat yang bisa dia ambil. Kehidupan yang sebenarnya dari rakyatnya dapat ia ketahui.

Ditengah-tengah keasyikannya menikmati suasana pedesaan, sayup-sayup dia mendengar pembicaraan yang mengusik telinganya. Kemudian dia terbang mendekati asal suara tersebut. Dengan Aji Gineng yang dimilikinya dia dapat mendengar segala pembicaraan hewan , ternyata sumber suara tersebut berasal dari pembicaraan antara precil (anak katak), ikan cetho (ikan kecil) dan belalang. Asyik sekali pembicaraan mereka , dan mampu mengusik Anglingdarma yang saat itu malih rupa menjadi burung pipit.

"Hai precil, apa yang kauinginkan apabila kau diberi kesempatan Sang Pencipta untuk berreinkarnasi? " kata belalang.
 
Sang precil diam saja sambil tersenyum.

"Ayo jawab dong, masak mesam-mesem saja. Cepat dong !" kata belalang tidak sabar, maklum dia wataknya ambisius. Apa yang menjadi keinginannya harus tercapai. Semua harus mengikuti kehendaknya. Tidak ada yang lebih hebat dari dirinya. Dialah juaranya.

"Iya nih, masak gitu saja tidak bisa. Jawab dong ! " kata ikan cetho memanaskan suasana. Sudah menjadi sifat dan kebiasannya, suka memperkeruh keadaan. Dia akan ikut siapapun, yang penting dia memperoleh kenikmatan. Tidak ada kawan atau lawan sejati, yang ada hanyalah kenikmatan pribadinya saja.

Precil masih tetap diam seperti semula, cuma tersenyum memandang kedua temannya. Sudah menjadi wataknya, tidak mudah untuk mengutarakan kata hatinya. Dilakukan pemikiran dan pemahaman yang mendalam, terus dicarinya agar mencapai kebenaran yang hakiki.

"O a lah, senyum melulu." gerutu belalang. "Ya sudah, kalau menurutmu bagaimana cetho, apa yang kauinginkan?"

"Kalau aku diberi kesempatan berreinkarnasi maka aku tidak mau menjadi ikan cetho lagi. Sungguh tidak mengenakkan, tidak ada yang bisa dibanggakan. Badan sekecil ini apa manfaatnya, aku tidak suka digangguin sama anak kecil-kecil. Aku tidak mau selalu hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Aku ingin bebas merdeka." sahut cetho dengan semangatnya.

"Cuma begitu saja keinginanmu." kata belalang, seakan menantang.

"Kalau aku yang jelas sudah bosan dengan kehidupanku sekarang ini. Hidup apaan ini menjadi seekor belalang, tiap hari cuma makan daun padi yang tidak enak ini. Belum lagi hidup penuh gangguan dari hewan lain manusia. Sungguh tidak mengenakkan."

Kemudian dengan sombongnya belalang melanjutkan kata-katanya, "Aku ingin menjadi manusia, sungguh enak rasanya kalau aku bisa menjadi manusia. Akan kucari harta yang banyak, kucari kesenangan hidup sepuasnya, isteri yang cantik dan banyak, kekuasaan yang besar. Akan kubalas juga orang-orang yang selama ini suka menyemprotku dengan pestisida, kuhancurkan semuanya yang bisa menghalang-halangi cita-citaku. Dunia ini akan kugenggam dalam kekuasanku, semua makhluk hidup harus tunduk kepadaku. Termasuk engkau cetho, kamu harus ikut apa kataku." Sambil membusungkan dadanya, belalang mengatakan semuanya itu.

"Betul sekali belalang, aku akan ikut semua kata-katamu." sahut cetho. Maklum ingin cari selamat dan ikut mulyo, ikut saja yang penting "bahagia".

Sang Precil tersenyum melihat kelakuan kedua temuannya, dalam hatinya ia berkata "Kasihan sekali teman-temanku, mereka tidak mengetahui apa yang "sebenarnya" meraka cari selama ini".

"Kenapa senyum-senyum, sudah tau jawabnya? Makanya otaknya dipakai to dasar dodol!" sahut cetho

Sambil tersenyum pula precil berkata, "Aku tidak mau apa-apa lagi kawan-kawan, aku sudah cukup bahagia dan bersyukur dengan kehidupanku selama ini. Akan kujalani hidup ini dengan tersenyum sepahit apapun itu, aku akan berusaha agar aku dapat tumbuh berkembang menjadi seekor katak dan kemudian akan mencari pasangan hidupku guna meneruskan generasiku. Aku sadar aku terlahir sebagai seekor kecebong yang kemudian adan bermetamorfosis menjadi seekor katak. Apa yang terjadi dikehidupanku kuterima dengan penuh syukur, kugunakan waktu yang tersisa agar mampu memberikan manfaat yang sebesar-bessarnya bagi semuanya. Kalau memang suatu waktu aku dimakan ular ataupun manusia, aku bersyukur karena kau sudah memberikan tubuhku kepada mereka agar mereka bisa makan. Karena memang begitulah Siklus hidup yang harus kujalani."

Kemudian precil melanjutkan lagi kata-katanya, "Apakah dengan reinkarnasi atau menjadi makhluk hidup yang lain akan kita peroleh kebahagian yang kita cari. Coba lihat manusia yang sedang duduk di sana, kebetulan ada seorang pedagang yang sedang beristirahat karena capek. tidakkah terlihat murung dia, mungkin saja dia sedang memikirkan anak dan istrinya dirumah. Bagaimana dia memenuhi hidupnya. Mungkin juga dia sekarang sedang dikejar-kejar hutang. Coba lihat juga hidup pemilih sawah ini apakah dengan banyak harta dia bahagia, buktinya dia selalu ribut dengan istri dan anak-anaknya. Apa yang kita lihat baik belum tentu sebaik itu pula keadaanya. Yang bisa dilakukan hanyalah memberikan apa yang terbaik dari diri kita untuk sesama makhluk. Segala yang kita jalani selama ini hanyalah semu belaka, tidak ada yang abadi di dunia ini. Karena "Sang Pencipta" yang berkuasa atas semua ini. Kesenangan, kesusahan, kebahagiaan, keindahan adalah fatamorgana, selama kita tidak terikat terhadap semua itu akan diperoleh kebahagiaan yang sejati.

Belalang dan cetho terdiam seribu kata, tidak disangka-sangka temannya masih kecil itu memiliki cara pandang yang begitu dalam. Pengetahuan hidup yang selama ini tidak terfikirkan oleh mereka. Merakapun tersadar dan terbuka bahwa selama ini mereka belum mengetahui hakeket hidup yang sebenarnya.

Sang Prabu Anglingdarma juga dibuat tertegun mendengar perkataan precil. Sebuah pemahaman konsep hidup yang tidak disangka-sangka. Alangkah baiknya apabila semua rakyatnya mampu memperoleh pemahaman hidup seperti itu, sehingga rakyatnya akan mensyukuri kehidupannya dan berusaha saling memberikan yang terbaik buat sesama. Negara Malawapati akan menjadi negara yang makmur, gemah rimah loh jinawi, tata titi tentrem kertoraharjo.

Kemudian dia terbang kembali ke istana, dan setelah berubah wujud menjadi manusia masih teringat semua yang kata-kata precil. Sungguh pembelajaran hidup yang sangat berharga yang dia terima dari seekor makhluk seperti precil

"Sakdermo sinau urip karo precil"

Celoteh Si Kecil ~ Membumi.....


Sore itu si kecil , adinya dan sang bapak meluangkan waktu berjalan-jalan di areal persawahan. Menikmati suara itik yang sedang  mencari makan  sisa-sisa dari tanaman padi yang baru saja dipanen. Kecerian sore yang terhampar di sekitar yang terkadang dianggap biasa saja, namun sebenarnya teramat sayang untuk dilupakan. Betapa alam sekitar senantiasa menemani dan memberikan banyak pelajaran. Tinggal bagaimana kita mau menyikapinya.

”Pak, kemarin aku sudah di dongengin cerita ”kupu-kupu dan lebah madu”. Sekarang  ayo cerita lagi sambil menunggu adik yang sedang asyik bermain dengan itik,” kata si kecil .

”Iya adikmu sedang asyik , kita biarkan saja di berkawan dengan teman-teman barunya. Bapak sedang tidak ada cerita dongeng yang rasanya tepat untuk disampaikan sore ini,” kata sang bapak sambil terdiam sejenak.

Cukup lama mereka berdua terdiam, hingga akhirnya timbul sedikit ide. Kemudian diapun sambil menunjuk, diapun berkata,”Coba kamu lihat disana le!”.

”Pohon itu ya pak,” kata si kecil sambil menunjuk pohon yang dimaksud,”Bukankah itu pohon kelapa, ada apa yang aneh dari pohon itu?”

”Tidakkah kamu lihat betapa tingginya pohon itu, mungkin umurnya lebih tua dari usia bapak. Betapa kokohnya dia, menjulang tinggi seakan hendak mencapai langit,” kata sang bapak sambil melihat kepada si kecil.

”Dahulu diapun hanya berasal dari sebutir kepala yang tumbuh. Semakin lama dia terus berkembang. Semakin tinggi. Namun dia terus menghasilkan buah. Diapun semakin hari semakin kokoh menerima segala terpaan angin yang terus berusaha merobohkan dirinya. Perakaran yang semakin kuat mencengkeram tanah tempat dia tumbuh. Tidakkah itu menarik. Sama seperti dengan dirimu saat ini, saat ini dirimu masih kecil. Masih banyak yang bisa kamu pelajari. Masih banyak kesempatan untuk mengembangkan dirimu. Dibutuhkan ketekunan dan niat yang kuat untuk terus belajar. Semakin banyak ilmu dan pengetahuan yang kamu belajari, sekecil apaun itu pasti itu akan menjadi bekal yang cukup bagimu.  Seperti akar pohon kelapa itu yang semakin kokoh, dirimu juga harus memperkuat pondasi dirimu. Dengan berbekal  kejujuran dan ketulusan yang selalu kamu jaga.  Semakin lama kamu akan semakin merasakan semakin banyaknya godaan, gangguan yang mencoba mengalihkan dan merobohkanmu. Namun jagan kamu resa takut. Tetaplah teguh, jagalah kegigihanmu. Seperti pohon kelapa yang selalu menghasilkan buah, dirimu juga berusahalah untuk memberikan buah-buah kehidupan. Sekecil apapun itu, berusalah untuk memberikan buah yang terbaik dari dirimu untuk sesamamu. Satu hal yang jangan kamu lupakan, seperti pohon kelapa itu dia akan selalu ingat bahwa dia selalu ingat tempat dimana dia tumbuh. Dirimu juga harus selalu ingat, berusahalah untuk selalu membumi. Seberapa tinggi sanjungan, kedudukan yang kamu dapatkan nantinya hendaknya kamu selalu ingat dan menyadari bahwa kamu sendiri dahulu bukan siapa-siapa dan nantinya kamupun juga bukan siapa-siapa. Dirimu hanyalah sebagian kecil dari semua makhluk yang ada. Sama seperti bapak dan adikmu itu. Dengan membumi, semoga kamu bisa seperti pohon kelapa itu,” lanjut sang bapak sambil mengusap kening si kecil.

Si kecil seperti biasanya hanya tersenyum, sambil bersandar di bahu bapaknya. Karena sudah saatnya untuk mandi, diapun memanggil adiknya.

“Ayo dik, pulang dulu. Sebentar lagi cuaca akan gelap,” 

Sang adik menoleh dan berlari menuju sang kakak dan bapaknya. Kemudian mereka bertiga berjalan kaki, menyusuri pematang sawah menuju rumah dimana mereka akan merasakan kehangatan pelukan dan senyuman sang ibu. 

Kelembutan dan kehangatan malampun sudah menanti mereka.  Tak  bosan-bosannya menyelimuti semua makhluk yang  ada.

Celoteh Si Kecil ~ Aku maunya, aku penginnya...


Siang itu si kecil sedang berbicara dengan sang bapak melalui handphone, ”Pak, aku ingin main sepeda tapi dilarang ibu karena cuaca sedang panas. Aku ndak mau ada siang hari, aku ingin pagi dan sore saja. Biar aku bisa bermain sepeda.”

Sepenggal kata-kata, permintaan sederhana dari si kecil. Permintaan agar dirinya bisa terus bermain. Sebuah permintaan yang cukup mengelitik ”Aku Ingin”

Sebagai manusia biasa tentunya tidak bisa lepas dari segala keinginan yang muncul. Ingin sukses, ingin bahagia, ingin kaya , ingin pasangan yang cantik atau ganteng, ingin diperhatikan, dan segala keinginan lainnya. Keinginan yang seharusnya menjadi bahan pelecut. Namun terkadang justru dorongan keinginan menjadikan belenggu sehingga menggunakan segala macam cara agar terpuaskan. Hingga terkadang muncul kata-kata ”yang penting aku, pokoknya aku”. 

Hasrat dan ego pribadi sebegitu kuatnya membelenggu hingga akhirnya timbul pengejaran keinginan.  Semakin lama dikejar justru semakin timbul ketidakpuasan, kegelisahan, kehampaan. Timbul keinginan-keinginan baru yang harus dikejar yang apabila tidak berhasil didapat menimbulkan kedukaan, ketidakbahagiaan. Timbul penyangkalan, penghakiman bagi dirinya, sesama bahkan Sang Nasib pun ikut dipersalahkan karena pengejaran segala keinginan.

Lain halnya apabila dorongan keinginan itu sebagai pelecut. Menyadari akan ketidaksempurnaan diri dan sebagai bagian dari sesama. Menyadari tugas dan kewajiban yang harus dilakukannya. Menyadari bahwa yang bisa dilakukan hanya berusaha dan ada hal-hal yang bukan merupakan kuasa. Keinginan untuk melengkapi diri dan melakukan yang terbaik bagi sesamanya akan membuat lebih bisa menikmati perjalanan hidup ini. Menjadikan hidup ini menjadi lebih hidup.

Wednesday, October 5, 2011

Celoteh Si Kecil ~ Sapi dan Kerbau


Hari itu adik si kecil sedang asyik menggambar, belajar membuat sebuah mobil dikala si kecil pulang dari sekolah. Dipanggil-panggil namanya oleh  sang adik, namun diabaikannya oeleh si kecil. Sebuah raut wajah kemarahan terpancar dari mukanya yang kecil. Hingga sang adikpun berlari mencari sang ibu dan bapak sambil membawa gambarnya. Sambil diceritakannya sang kakak yang masih marah dan tidak mau berbicara dengan dirinya. Sang ibu hanya tersenyum mendengarnya, dan bersama sang bapak dihampirinya si kecil yang masih terdiam dengan muka yang ditekuk. 

”Kenapa kamu masih marah-marah saja di rumah? Apa belum cukupkah tadi kamu marah-marah di sekolah?” tanya sang ibu.

”Aku besok tidak mau sekolah lagi. Ingin di rumah saja. Aku tidak mau berteman dan bermain dengan mereka. Mereka semua jahat, mereka semua tidak baik,” jawab si kecil .

Kembali si ibu dan sang bapak tersenyum, mendengar dan melihat tingkah si kecil. Di usap-usap kening si kecil oleh sang ibu agar dirinya tenang. Setelah beberapa saat didekapnya pula adik si kecil. Berdua mereka berada dalam dekapan sang ibu, kehangatan dan kedamaian seorang ibu secara perlahan membalut mereka berdua.

”Daripada kamu marah-marah saja, kalian dengarkan saja cerita dari bapak. Ayo pak ceritakan kepada mereka cerita ”Sapi dan Kerbau”. Mungkin saja setelah mendengar cerita itu, si kecil bisa tersenyum kembali,” kata sang ibu sambil memberikan lirikan kepada sang bapak. 

Tentu saja sang bapak sudah memahami arti sebuah lirikan dari istrinya. Dan mulailah dia bercerita sebuah dongeng ”Sapi dan Kerbau”.

Di sebuah negeri dongeng, sudah menjadi persepsi atau pemahaman bahwa Sapi merupakan makhluk yang yang cerdas, baik. Sapi menjadi lambang kebaikan. Sementara segala kebodohan dan keburukan melekat pada Kerbau. Kebaikan dan keburukan, pintar dan bodoh yang melekat kepada kedua hewan tersebut.

Suatu hari datanglah seorang perantau ke daerah tersebut. Seekor kancil muda. Sebelum merantau sebuah pesan selalu teringat didirinya. Carilah teman seperti Sapi, dia baik, pintar. Janganlah berteman dengan Kerbau karena dia jahat dan bodoh. Sebuah petuah singkat, yang melekat dan mempengaruhi cara pandangnya. Hingga begitu dia masuk ke daerah itu, pertama-tama yang ingin dijumpainya hanyalah Sapi. Kerbau yang telah dilihatnya pertama kali, dihiraukannya. Segala tegur sapa dan keramahan yang diperlihatkan dari Kerbau tidak dihiraukannya. Bahkan dihindarinya karena dia beranggapan itu semua hanyalah palsu saja, sebuah tipu muslihat yang akan menjebak dirinya. Tidak mungkin dia akan berbuat baik karena kerbau itu jahat.

Setelah beberapa saat mencari, dilihatnya seekor Sapi sedang asyik duduk. Tentu saja timbul rasa senang, gembira karena telah ditemukan sapi. Dimana ada kebaikan, kepintaran yang ada dirasakan saat dirinya berada di dekatnya. Gambaran-gambaran menyenangkan muncul. Sang sapi juga gembira melihat kedatangan seorang teman baru. Berdua mereka berbincang-bincang. Dikeluarkannya bekal yang dibawanya, diperlihatkan dan dibagikannya kepada sapi. Berdua mereka makan. Benarkah mereka berdua merasakan yang sama atas pertemuan yang terjadi tersebut? Bagi Kancil sungguh suatu kegembiaraan yang luar biasa, dan mulai dia mempercayai kebenaran yang telah tertanam di pikirannya. Namun ternyata hal itu berseberangan dengan yang dirasakan oleh sapi. Tanpa diketahui oleh kancil, sapi ternyata merencanakan sesuatu yang jahat. 

”Aku akan membuat dia terlena, hingga saat dirinya lengah akan aku bawa semua bekal yang ada. Sungguh beruntungnya diriku, disaat aku membutuhkan ternyata datang seekor mangsa yang lezat,” kata aapi dalam hati.

Tentu saja Kancil yang masih termakan oleh pemahaman bahwa selalu ada kebaikan di diri sapi, selalu percaya saja dengan apa yang dikatakan oleh Sapi. Di saat dirinya disuruh untuk membasuh diri di sebuah sungai yang tidak jauh dari tempat itu, diapun percaya saja. Karena alasan yang dikatakan oleh Sapi, agar dirinya menjadi segar kembali setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan. Kancil tanpa menaruh rasa curiga,meninggalkan semua bekal yang ada. Sapi memberikan senyuman palsu melepas kepergian Kancil. Setelah Kancil sudah tidak terlihat lagi, tanpa menunggu lama Sapi membawa pergi semua bekal yang ada. Senyum kepuasan terbayang di wajah Sapi.

Betapa kagetnya Kancil, semua bekal yang yang dibawanya hilang semua. Dipanggil dan di carinya Sapi namun sia-sia. Rasa sedih, kecewa dirasakannya. Marah karena merasa telah ditipu.. Rasa kesal, meratapi kebodohan dirinya. Betapa selama ini dirinya dibelenggu oleh keyakinan akan baik dan buruk, baik dan jahat . Disaat kancil duduk terdiam, dikejutkan oleh sapaan lembut . Ditengoknya sesaat, ternyata Sang Kerbau memberikan sapaan dan senyuman  bagi dirinya.

Lama dirinya bimbang ,  namun akhirnya memutuskan untuk mencoba menerima sambutan hangat yang ditawarkan. Semakin lama dirinya membuka diri mencoba menerima kerbau dan membuang segala persepsi yang telah lama tertanam di dirinya. Kesan kerbau itu jahat, bodoh, kotor  dihapus. Perlahan dirinya bisa melihat segala kebaikan yang terpancar dari sang kerbau. Segala kebenaran yang selama ini tidak terlihat karena terbelenggu baik dan buruk yang berasal dari dirinya muncul. Kerbau mengajaknya berkeliling dan mengenalkan dengan semua hewan yang ada disitu. Bahkan dirinya dijamu dan diterima sebagai bagian dari komunitas di situ. Kancil sejak itu belajar  berteman dan melihat segala sesuatu apa adanya.

Sang  sambil tersenyum berkata kepada si kecil , ”Bagaimana, masihkan besok tidak mau masuk sekolah? ”. 

Sebuah lirikan ditujukan kepada sang bapak, disambut sebuah senyuman ringan. 

Betapa selama ini kita sering terbelenggu oleh sebuah persepsi baik dan buruk, jahat dan baik  dalam diri seseorang atau segala sesuatu. Penilaian yang secara sepihak dari diri, hingga membutakan untuk melihat setitik kebaikan  yang mungkin terselubung oleh yang kita nilai keburukan.